kantongtangan.com: SISDUR DAN OPERASIONAL BUS
  • Home
  • Tentang kantongtangan.com
  • Kumpulan Puisi
  • SISDUR DAN OPERASIONAL BUS

    SISDUR DAN OPERASIONAL BUS
    Aspek operasional bank diklasifikasikan pada manajemen operasional dan prinsip operasional.
    Pada manajemen operasional, bank akan dibagi pada bank dengan manajemen operasional bank umum (BU) dan bank perkreditan/pembiayaan rakyat (BPR
    Klasifikasi manajemen operasional secara sederhana didasarkan pada core capital (modal inti) pada saat pertama bank tersebut didirikan.[1]
    Kategori bank umum jika suatu bank telah memenuhi syarat core capital minimal Rp. 500.000.000,- (lima ratus miliar rupiah). Sedangkan kategori BPR ditentukan jika core capital-nya minimal Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah). Ketentuan core capital bersifat tentatif dengan regulasi dan perundang-undangan yang berlaku. Pernah core capital untuk pendirian bank umum sebesar Rp. 1.000.000.000.000,- (satu trilyun rupiah).
    Core capital merupakan modal inti atau modal yang berasal dari para pemegang saham. Dana modal inti terdiri dari:
    1.      Modal Disetor
    Sumber dana ini berasal dari owner (pemilik) atau pemegang saham individual atau kelompok yang tercantum dalam notaris dan telah disetujui oleh Bank Indonesia. Sumber lainnya dapat melalui penjualan saham atau penembahan dana lain dengan mengeluarkan atau menjual tambahan saham baru.
    2.      Dana Cadangan
    Berasal dari laba bank yang tidak dibagi untuk dana taktis terhadap resiko kerugian.
    3.      Laba Ditahan
    Dividen atau keuntungan yang oleh para pemegang saham dalam RUPS diputuskan untuk diinvestasikan kembali.
    Dari ketiga unsur core capital di atas, modal disetor merupakan bagian penting dalam proses pendirian bank untk menjadi bank umum atau bank perkreditan.[2]
    Setalah kategori bank terbentuk sebagai bank umum atau bank perkreditan rakyat, maka bank tersebut pada awal pendirian dapat diklasifikasikan lagi pada operasional yang berprinsip pada Bank Konvensional (BK) atau prinsip Bank Syariah (BS).
    Penekanan klasifikasi bank syariah terletak pada prinsip operasional yang didasarkan pada spek syariah sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang perbankan dan peraturan lainnya seperti Peraturan Bank Indonesia (PBI) dan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).
    Prinsip operasional syariah yang lahir dari pendiriannya, terdapat bank syariah dengan satu atap dari pusat sampai cabang yang disebut Bank Umum Syariah (BUS).
    Terdapat pula bank dengan prinsip operasional syariah yang dikembangkan dari atap konvensional disebut Unit Usaha Syari’ah (UUS), bank syariah yang merupakan dampak dari kebijakan double windows system of banking dalam UU No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan.
    Untuk memperoleh izin usaha Bnak Syariah harus memenuhi persayatan sekurang-kurangnya tentang:
    a.       Susunan organisasi dan kepengurusan;
    b.      Permodalan;
    c.       Kepemilikan;
    d.      Keahlian di bidang Perbankan Syariah; dan
    e.       Kelayakan usaha.

    Bank yang telah berjalan dengan prinsip konvemsional juga dapat dikonversi menjadi syariah dengan syarat dan izin Bank Indonesia. Akan tetapi bank syariah tidak boleh konversi menjadi konvensional.[3]

    Setelah lahir UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah maka secara alamiyah Unit Usaha Syariah harus konversi atau spin-off.
    Pasal 1 angka 12 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas disebutkan:

    Spin-off atau pemisahan merupakan perbuatan hukum yang dilakukan oleh perseroan untuk memisahkan usaha yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada dua perseroan atau lebih atau sebagian aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada satu perseroan atau lebih.

    Untuk memperkuat proses spin-of, beberapa pasal penting dalam UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah disebutkan:
    Pasal 1 angka 32 disebutkan:
    Pemisahan adalah pemisahan usaha dari satu Bank menjadi dua usaha atau lebih, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    Pasal 68 ayat 1:
    Dalam hal Bank Umum Konvensional memiliki UUS yang nilai asetnya telah mencapai paling sedikit 50% dari total ilai aset bank induknya. Atau 15 tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini, maka Bank Umum Konvensional dimaksud wajib melakukan pemisahan UUS tersebut menjadi Bank Umum Syariah.[4]

    Bank indonesia juga menerbitkan peraturan yang menjelaskan tenatng pemisahan UUS sari BUK dalam PBI No. 11/10/PBI/2009 tentang Unit Usaha Syariah, Pasal 1 angka 14 disebutkan:
    Pemisahan usaha dari satu BUK (Bank Umum Konvensional) menjadi dua badan usaha atau lebih dengan ketentuan peundang-undangan yang berlaku.

    Dalam pasal 40 OBI No.11/10/PBI/2009 disebutkan:
    UUS wajib memisahkan UUS menjadi BUS apabila:
    (a)    Nilai aset UUS telah mencapai 50% dari total nilai aset BUK induknya, atau
    (b)   Paling lambat 1 tahun sejak berlakunya Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

    Setiap kpnsekuensi bank yang menggunakan prinsip operasional syariah maka dalam struktur organisasinya harus melibatkan Dewan Pengawas Syariah (DPS). Suatu jabatan yang diisi oelh pakar di bidang Ekonomi Islam.
    Dari penjelasan perbankan nasional dalam aspek operasional, maka bank syariah mempunyai kedudukan yang sama kuat dengan bank konvensional dari aspek struktur dan syarat capital.[5]




    [1] Ahmad Dahlan, Bank Syariah Teoritik, Praktik, Kritik(Yogyakarta: Teras, 2012). Hlm. 75.
    [2] Ibid, hlm. 76.
    [3] Ibid. Hlm. 77,
    [4] Ibid. Hlm. 78
    [5] Ibid. Hlm. 79.

    No comments:

    Post a Comment

    Review Lengkap Notebook ASUS Vivobook S14 S433: Membawa Spirit Dare To Be You

    Review Lengkap Notebook ASUS Vivobook S14 S433: Membawa Spirit Dare To Be You Menjadi diri sendiri adalah salah satu kunci sukses menggapa...