Perlindungan
Hukum Bagi Konsumen Belanja Online
Saya
pernah belanja barang secara online, tapi barang yang saya beli tidak sama
dengan yang saya lihat di foto pada iklan yang dipajang. Pertanyaan saya,
apakah itu termasuk pelanggaran hak konsumen? Apakah saya dapat menuntut
penjual untuk mengembalikan uang atau mengganti barang yang saya beli tersebut
? Terima kasih.
Kami
akan menjawab pertanyaan Anda dengan menggunakan pendekatan utama pada Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UU PK”) dan Peraturan
Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi
Elektronik (“PP
PSTE”). PP PSTE sendiri merupakan turunan dari Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elekronik (“UU ITE”).
Pendekatan Hukum Perlindungan Konsumen dalam Transaksi Jual
Beli/Belanja secara Online
Dengan
pendekatan UU PK, kasus yang Anda sampaikan tersebut dapat kami simpulkan
sebagai salah satu pelanggaran terhadap hak konsumen.
Pasal 4 UU PK menyebutkan
bahwa hak konsumen adalah :
a. hak
atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau
jasa;
b. hak
untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c. hak atas
informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa;
d. hak
untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan;
e. hak
untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut;
f. hak
untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. hak
unduk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
h. hak
untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila
barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau
tidak sebagaimana mestinya;
i. hak-hak
yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya.
Di
sisi lain, kewajiban bagi pelaku usaha (dalam hal ini adalah penjual online),
sesuai Pasal 7 UU PKadalah:
a. beritikad
baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b. memberikan
informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
c. memperlakukan
atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
d. menjamin
mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan
ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
e. memberi
kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang
dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang
yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
f. memberi
kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan,
pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
g. memberi kompensasi,
ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang
dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan
perjanjian.
Terkait
dengan persoalan yang Anda tanyakan, lebih tegas lagi Pasal 8 UUPK melarang pelaku
usaha untuk memperdagangkan barang/jasa yang tidak sesuai dengan
janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau
promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut. Berdasarkan pasal
tersebut, ketidaksesuaian spesifikasi barang yang Anda terima dengan barang
tertera dalam iklan/foto penawaran barang merupakan bentuk pelanggaran/larangan bagi
pelaku usaha dalam memperdagangkan barang.
Anda
selaku konsumen sesuai Pasal 4 huruf h UU PK tersebut berhak mendapatkan
kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau
jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya. Sedangkan, pelaku usaha itu sendiri sesuai Pasal
7 huruf g UU PK berkewajiban memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila
barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai
dengan perjanjian.
Apabila
pelaku usaha tidak melaksanakan kewajibannya, pelaku usaha dapat dipidana
berdasarkanPasal 62 UUPK, yang berbunyi:
Pelaku usaha yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10,
Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf
e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).
Kontrak Elektronik dan Perlindungan Konsumen berdasarkan UU
ITE dan PP PSTE
Transaksi
jual beli Anda, meskipun dilakukan secara online, berdasarkan UU
ITE dan PP PSTE tetap diakui sebagai transaksi elektronik yang dapat
dipertanggungjawabkan. Persetujuan Anda untuk membeli barang secara online dengan
cara melakukan klik persetujuan atas transaksi merupakan bentuk tindakan
penerimaan yang menyatakan persetujuan dalam kesepakatan pada transaksi
elektronik. Tindakan penerimaan tersebut biasanya didahului pernyataan
persetujuan atas syarat dan ketentuan jual beli secara online yang
dapat kami katakan juga sebagai salah satu bentuk Kontrak Elektronik.
Kontrak Elektronik menurut Pasal 47 ayat (2) PP PSTE dianggap
sah apabila:
a. terdapat
kesepakatan para pihak;
b. dilakukan
oleh subjek hukum yang cakap atau yang berwenang mewakili sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. terdapat
hal tertentu; dan
d. objek
transaksi tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,
kesusilaan, dan ketertiban umum.
a. data identitas para
pihak;
b. objek dan
spesifikasi;
c. persyaratan
Transaksi Elektronik;
d. harga dan biaya;
e. prosedur dalam hal
terdapat pembatalan oleh para pihak;
f. ketentuan
yang memberikan hak kepada pihak yang dirugikan untuk dapat mengembalikan
barang dan/atau meminta penggantian produk jika terdapat cacat tersembunyi; dan
g. pilihan hukum
penyelesaian Transaksi Elektronik.
Dengan demikian, pada transaksi
elektronik yang Anda lakukan, Anda dapat menggunakan instrumen UU ITE dan/atau
PP PSTE sebagai dasar hukum dalam menyelesaikan permasalahan Anda.
Terkait dengan perlindungan
konsumen, Pasal 49 ayat (1) PP PSTE menegaskan bahwa Pelaku Usaha yang
menawarkan produk melalui Sistem Elektronik wajib menyediakan informasi yang
lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang
ditawarkan. Pada ayat berikutnya lebih ditegaskan lagi bahwa Pelaku Usaha wajib
memberikan kejelasan informasi tentang penawaran kontrak atau iklan. Lalu, bagaimana jika
barang yang Anda terima tidak sesuai dengan yang diperjanjikan?
Pasal 49 ayat (3) PP PSTE mengatur
khusus tentang hal tersebut, yakni Pelaku Usaha wajib memberikan batas waktu
kepada konsumen untuk mengembalikan barang yang dikirim apabila tidak sesuai
dengan perjanjian atau terdapat cacat tersembunyi. Selain kedua ketentuan
tersebut di atas, apabila ternyata barang yang Anda terima tidak sesuai dengan
foto pada iklan toko online tersebut (sebagai bentuk penawaran), Anda juga
dapat menggugat Pelaku Usaha (dalam hal ini adalah penjual) secara perdata
dengan dalih terjadinya wanpretasi atas transaksi jual beli yang Anda lakukan
dengan penjual. Menurut
Prof. R. Subekti, S.H. dalam bukunya tentang “Hukum Perjanjian”, wanprestasi
adalah kelalaian atau kealpaan yang dapat berupa 4 macam kondisi yaitu:
a. Tidak melakukan apa yang disanggupi
akan dilakukannya;
b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya,
tetapi tidak sebagaimana dijanjikan;
c. Melakukan apa yang dijanjikannya
tetapi terlambat;
d. Melakukan sesuatu yang menurut
perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Jika salah satu dari 4 macam kondisi
tersebut terjadi, maka Anda secara perdata dapat menggugat penjual online
dengan dalih terjadi wanprestasi (misalnya, barang yang Anda terima tidak
sesuai dengan spesifikasi barang yang dimuat dalam display home page/web site).
Pidana Penipuan dalam Transaksi Jual
Beli Secara Online
Hal yang perlu diingat adalah bahwa jual
beli secara online pada prinsipnya adalah sama dengan jual beli secara faktual
pada umumnya. Hukum perlindungan konsumen terkait transaksi jual beli online
pun sebagaimana kami jelaskan sebelumnya tidak berbeda dengan hukum yang
berlaku dalam transaksi jual beli secara nyata. Pembedanya hanya pada
penggunaan sarana internet atau sarana telekomunikasi lainnya. Akibatnya adalah
dalam transaksi jual beli secara online sulit dilakukan eksekusi ataupun
tindakan nyata apabila terjadi sengketa maupun tindak pidana penipuan. Sifat
siber dalam transaksi secara elektronis memungkinkan setiap orang baik penjual
maupun pembeli menyamarkan atau memalsukan identitas dalam setiap transaksi
maupun perjanjian jual beli. Dalam
hal pelaku usaha atau penjual ternyata menggunakan identitas palsu atau
melakukan tipu muslihat dalam jual beli online tersebut, maka pelaku usaha
dapat juga dipidana berdasarkan Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(“KUHP”) tentang penipuan dan Pasal 28 ayat (1) UU ITE tentang menyebarkan
berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam
Transaksi Elektronik.
Bunyi selengkapnya Pasal 378 KUHP
adalah sebagai berikut:
“Barangsiapa dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai
nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian
kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya,
atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan
dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.
Bunyi selengkapnya Pasal 28 ayat
(1) UU ITE adalah sebagai berikut:
“Setiap orang dengan sengaja, dan
tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian
konsumen dalam Transaksi Elektronik.”
Perbuatan sebagaimana dijelaskan
di dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE diancam dengan pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar (Pasal 45 ayat [2] UU
ITE).
Catatan tentang Transaksi Secara Online
Berdasarkan pengamatan dan pengalaman
kami, prinsip utama transaksi secara online di Indonesia masih lebih
mengedepankan aspek kepercayaan atau “trust” terhadap penjual maupun pembeli.
Prinsip keamanan infrastruktur transaksi secara online seperti jaminan atas
kebenaran identitas penjual/pembeli, jaminan keamanan jalur pembayaran (payment
gateway), jaminan keamanan dan keandalan web site electronic commerce belum
menjadi perhatian utama bagi penjual maupun pembeli, terlebih pada transaksi berskala
kecil sampai medium dengan nilai nominal transaksi yang tidak terlalu besar
(misalnya transaksi jual beli melalui jejaring sosial, komunitas online, toko
online, maupun blog). Salah satu indikasinya adalah banyaknya laporan pengaduan
tentang penipuan melalui media internet maupun media telekomunikasi lainnya
yang diterima oleh kepolisian maupun penyidik Kementerian Kominfo. Dengan kondisi
demikian, ada baiknya kita lebih selektif lagi dalam melakukan transaksi secara
online dan mengedepankan aspek keamanan transaksi dan kehati-hatian sebagai
pertimbangan utama dalam melakukan transaksi jual beli secara online.
Demikian jawaban kami, semoga
bermanfaat.
Dasar hukum:
1. Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana
2. Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
3. Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elekronik
4. Peraturan
Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi
Elektronik
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Perlindungan konsumen berasaskan
manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta
kepastian hukum.
Pasal 3
Perlindungan konsumen bertujuan:
meningkatkan kesadaran, kemampuan dan
kemandirian konsumen untuk melindungi diri;
mengangkat harkat dan martabat konsumen
dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan / atau
jasa;
meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam
memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
menciptakan sistem perlindungan konsumen
yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses
untuk mendapatkan informasi;
menumbuhkan kesadaran pelaku usaha
mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggung jawab dalam berusaha;
meningkatkan kualitas barang dan/atau
jasa yang, menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa,
kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Pertama
Hak dan Kewajiban Konsumen
Pasal 4
Hak konsumen adalah:
hak atas kenyamanan, keamanan dan
keselamatan dalam mengkonsurnsi barang dan/atau jasa;
hak untuk memilih barang dan/atau jasa
serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan
kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
hak atas informasi yang benar, jelas,
dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
hak untuk didengar pendapat dan
keluhannya atas barang dan / atau jasa yang digunakan;
hak untuk mendapatkan advokasi,
perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara
patut;
hak untuk mendapat pembinaan dan
pendidikan konsumen;
hak untuk diperlakukan atau dilayani
secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
hak untuk mendapatkan komnpensasi, ganti
rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak
sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
hak-hak yang diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan lainnya.
Pasal 5
Kewajiban konsumen adalah:
membaca atau mengikuti petunjuk
informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi
keamanan dan keselamatan;
beritikad baik dalam melakukan transaksi
pembelian barang dan/atau jasa;
membayar sesuai dengan nilai tukar yang
disepakati;
mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa
perlindungan konsumen secara patut.
No comments:
Post a Comment