kantongtangan.com: Bank Syariah
  • Home
  • Tentang kantongtangan.com
  • Kumpulan Puisi
  • Bank Syariah

    Makalah
     Bank Syariah
    PENDAHULUAN

    A.    Latar Belakang
          Agama Islam yang bersumber pada wahyu Illahi dan sunaturrasul mengajarkan kepada umatnya untuk berusaha mendapatkan kehidupan yang baik di dunia dan sekaligus mendapatkan kehidupan yang baik di akherat kelak. Memperoleh kehidupan yang baik di dunia dan di akherat inilah yang dapat menjamin dicapainya kesejahteraan lahir dan batin.
          Ibadah adalah memperhambakan diri kepada Allah dengan mentaati segala perintah-Nya serta dengan menjaauhi segala larangan-Nya sebagaimana yang diatur dalam syariah. Sedangkan muamalah adalah ketentuan syariat yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan tata cara hidup sesama umat manusia seperti: jual beli / perdagangan, perkongsian, sewa-menyewa, pinjam-meminjam, dan lain-lain. Syariat adalah hukum atau peraturan yang ditentukan Allah SWT untuk hamba-hamba-Nya sebagaimana yang terkandung dalam Al-Quran dan diterangkan oleh Rasul-Nya saw dalam bentu sunaturrasul.Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat al-Jaatsiyah ayat 18 adalah :
           “kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat dari urusan itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui”.
          Sunaturrasul adalah segala sesuatu yang dikatakan, dilakukan, ditinggalkan, dan/atau yang didiamkan berlaku/dibenarkan oleh Nabi Muhammad saw. Unsur lainnya didalam Islam adalah disamping syariat adalah aqidah dan akhlak. Aqidah adalah segala sesuatu yang menyangkut keyakinan atau kepercayaan atau iman akan adanya wujud Allah SWT. Akhlak adalah sikap mental atau watak yang terjabarkan dalam bentuk cara berfikir, cara berbicara, cara bertingkah laku, dsb, sebagai ekspresi jiwa dari manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.
          Dengan demikian, kesejahteraan lahir dan batin yang ingin diperoleh melalui gerakan amal sholeh seharusnya dilakukan melalui kegiatan ibadah dan muamalah yang bersumber dari ketentuan syariat yang dijiwai oleh aqidah Islamiyah dan akhlaqul karimah. Dengan demikian berpegang teguh kepada aqidah, syariat, dan akhlak Islamiyah inilah yang dilakukan dalam berbagai kegiatan muamalah, begitu halnya dalam mempraktikan dan mengembangkan bank syariah.


    B.     Rumusan Masalah
    Berdasarkan latar belakang diatas, dalam makalah ini pemakalah ingin membahas mengenai :
    1.      Apa pengertian dan dasar hukum Bank Syariah ?
    2.      Apa saja fungsi-fungsi Bank Syariah ?
    3.      Apa sajakah Perbedaan antara Bank Syariah dengan Bank Konvensional ?
    4.      Apa saja jenis dan Bank Syariah ?
    5.      Bagaimana sisdur dan operasional dalam BUS ?
    6.      Bagaimana perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia ?



    PEMBAHASAN

    A.    Pengertian Dan Dasar Hukum Bank Syariah
    1.      Definisi Bank Syariah
    Berdasarkan Undang-undang Perbankan Indonesia (Undang-undang No. 07 Tahun 1992 tentang Perbankan) yang telah diubah dengan Undang-undang No.10 Tahun 1998 membedakan bank berdasarkaan kegiatan usahanya menjadi dua, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip bagi hasil atau prinsip-prinsip syariah.
    Dalam butir 13 pasal 1 disebutkan bahwa prinsip syariah sebagai aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya sesuai dengan syariah, bebas dari riba, gharar, dan maysir.
    Bank dengan prisnip syariah adalah sebagai intermediasi (intermediary institution) yang mengerahkan dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk fasilitas pembiayaan. Dalam kegiatan pembiayaan dilakukan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau sewa dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).[1]
    Pengertian bank dalam Islam atau bank syariah ialah “bank yang beroperasi dengan tidak bergantung pada bunga.” Dalam definisi lain, perbankan syariah ialah lembaga perbankan yang selaras dengan sistem nilai dan etos Islam. Dengan kata lain, bank syariah ialah “lembaga keuangan/perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan syariat Islam (al-Qur’an dan Hadis Nabi saw) dan menggunakan kaidah-kaidah fiqih.” Bahkan juga diartikan sebagai lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan pelayanan yang lain, atau peredaran uang yang pelaksanaannya disesuaikan dengan asas Islam.
    Said Sa’ad Marthan, pemerhati ekonomi Islam Timur Tengah, mengemukankan bahwa bank syariah ialah lembaga investasi yang beroperasi sesuai dengan asas-asas syariah. Sedangkan menurut Karnaen A. Perwata Atmadja dan Syafi’i Antonio, bank syariah memiliki dua pengertian yaitu :
    a.       Bank yang beroperasi sesuai dengan asas-asas syariah Islam.
    b.      Bank yang beroperasi mengikuti aturan dan tata cara yang ada pada al-Qur’an dan al-Hadis.[2]
    Di Indonesia bank syariah disebut dengan lembaga keuangan (financial enterprise), perusahaan yang terdiri dari berbagai sumber daya ekonomi (resources) dan manajemen (managerial skill) dalam memproduksi barang atau jasa. Dengan kata lain berarti bank syariah sebagai lembaga keuangan yang menjalankan prinsip syariah.
    Dalam pasal 1 angka 7 UU No. 10 Tahun 2008 disebutkan:
    Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.[3]
    Menurut ensiklopedi Islam, Bank Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariat Islam.[4]

    2.      Dasar Hukum Bank Syariah
    Bank syariah pertama berdiri di Indonesia sekitar tahun 1992 didasarkan pada Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 sebagai landasan hukum bank dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 1992 tentang Bank Umum berdasarkan prinsip bagi hasil sebagai landasan hukum Bank Umum Syariah dan Peraturan Pemerintah Nomor 73 tentang Bank Perkreditan Rakyat berdasarkan prinsip bagi hasil sebagai landasan hukum Bank Perkreditan Rakyat Syariah.
    Sesuai dengan perkembangan perbankan maka Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan disempurnakan dengan Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan dan juga tercakup hal-hal yang berkaitan dengan perbankan syariah.[5]
    Ada beberapa ketentuan yang menjadi dasar hukum bagi beroperasinya bank berdasarkan syariah, yaitu sebagai berikut:
    a.       Dasar Hukum Berupa Peraturan Perbankan
    Terdapat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
    b.      Dasar Hukum Berupa Hukum Perjanjian
    Bersumber dari buku ke-3 KUH Perdata Indonesia yang berlaku terhadap transaksi-transaksi dalam Perbankan.
    c.       Dasar Hukum Berupa Syariat Islam
           Berdasarkan syariah yang tidak boleh bertentangan dengan hukum Islam yang tercantum dalam Al-Qur’an.[6]

    B.     Fungsi Bank Syariah
          Bank syariah mempunyai fungsi yang berbeda dengan bank konvensional, fungsi bank syariah juga merupakan karakteristik bank syariah. Banyak para pengelola bank syariah tidak memahami dan menyadari fungsi dari bank syariah yang menyamakan fungsi bank syariah dengan bank konvensional, sehingga membawa dampak dalam pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh bank syariah yang bersangkutan. Adapun fungsi bank syariah yaitu sebagai berikut:
    1.      Fungsi Manager Investasi, Bank Syariah merupakan manager investasi dari pemilik dana (shahibul maal) dari dana yang dihimpun, karena besar kecilnya pendapatan (bagi hasil) yang diterima oleh pemilik dana  tersebut tergantung pada keahlian, kehati-hatian, dan profesionalisme dari Bank Syariah.
    2.      Fungsi Investor, berhubungan dengan pembagian hasil usaha (profit distribution) yang dilakukan oleh Bank Syariah.[7]

    C.    Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional
          Kehadiran Undang-undang tentang Perbankan Syariah juga diharapkan bisa menghilangkan pemahaman yang keliru terhadap bank syariah yang masih sering muncul ditengah-tengah masyarakat, misalnya anggapan bahwa bank syariah sama saja dengan bank konvensional, antara bagi hasil dan bunga sama, hanya persoalan beda nama. Pemahaman tersebut tentu saja sangat keliru, karena ada subtansi yang mendasar antara bunga pada bank konvensional dan bagi hasil pada bank syariah.[8]
          Muhammad Syafi’I Antonio, membedakan antara bank syariah dan bank konvensional sebagaimana dalam tabel dibawah ini[9] :

    ASPEK
    BANK SYARIAH
    BANK KONVENSIONAL
    Akad & Aspek
    Legalitas
    Hukum Islam dan Hukum Positif
    Hukum Positif
    Lembaga Penyelesaian Sengketa
    Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMI), sekarang sedang diupayakan pembentukan penggantinya yaitu Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS)
    Badan Arbitrase Nasional (BAN)
    Struktur Organisasi
    Ada Dewan Syariah Nasional (DSN) dan Dewan Pengawas Syariah (DPS)
    Tidak ada DSN dan DPS
    Investasi
    Halal
    Halal dan Haram
    Prinsip Organisasi
    Bagi hasil, jual beli, sewa
    Perangkat bunga
    Tujuan
    Profit dan Falah Oriented
    Profit Oriented
    Hubungan Nasabah
    Kemitraan
    Debitor-Kreditor

          Disamping secara substansif ada beberapa perbedaan antara bank syariah dan bank konvensional, juga terdapat perbedaan yang sangat mendasar antara bunga dan bagi hasil.
          Islam mendorong praktek bagi hasil serta mengharamkan riba. Keduanya sama-sama memberi keuntungan bagi pemilik dana, namun keduanya mempunyai perbedaan yang sangat nyata. Perbedaan itu dapat dijelaskan dalam tabel sebagai berikut :[10]
    NO
    SISTEM BUNGA
    SISTEM KONVENSIONAL
    1
    Penentuan suku bunga dibuat pada waktu akad dengan pedoman harus selalu untung untuk pihak bank.
    Penentuan besarnya resiko bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung dan rugi.
    2
    Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan.
    Besarnya resiko (nisbah) bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh.
    3
    Tidak tergantung kepada kinerja usaha. Jumlah pembayaran bunga tidak mengikat meskipun jumlah keuntungan berlipat ganda saat keadaan ekonomi sedang baik.
    Tergantung kepada kinerja usaha. Jumlah pembagian bagi hasil meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.
    4
    Eksistensi bunga diragukan kehalalannya oleh semua agama termasuk agama Islam.
    Tidak ada agama yang meragukan keabsahan bagi hasil.
    5
    Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi.
    Bagi hasil tergantung kepada keuntungan proyek yang dijalankan. Jika proyek itu tidak mendapatkan keuntungan maka kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.

    D.    Jenis Dan Bank Syariah
          Untuk melakukan transaksi di Bank Syariah dapat dilakukan di Bank Umum Syariah (BUS), Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), Unit Usaha Syariah (UUS), dan Kantor Cabang Syariah (KCS). Contoh BUS, yaitu Bank Muammalat Indonesia (BMI), Bank Mandiri syariah (BSM), dan Bank Rakyat Indonesia Syariah (BRIS).[11] Adapun penjelasan dari Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) adalah sebagai berikut:
    1.      Bank Umum Syariah (BUS)
          Bank umum Syariah yang selanjutnya disebut BUS adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.[12] Kegiatan Bank Umum Syariah (BUS) meliputi sebagai berikut:
    a.       Menghimpun dana dalam bentuk simpanan berupa giro, tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad wadi’ah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
    b.      Menghimpun dana dalam bentuk investasi berupa deposito, tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
    c.       Menyalurkan pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah, akad musyarakah, atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
    d.      Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad murabahah, akad salam, akad istishna’, atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
    e.       Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad qardh atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
    f.       Menyalurkan pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada nasabah berdasarkan prinsip ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
    g.      Melakukan pengambilalihan utang berdasarkan akad hawalah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
    h.      Melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
    i.        Membeli, menjual, atau menjamin atas resiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan prinsip syariah, antara lain, seperti akad ijarah, musyarakah, mudharabah, murabahah, kafalah, atau hawalah.
    j.        Membeli surat berharga berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan oleh pemerintah dan/atau Bank Indonesia.
    k.      Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan pihak ketiga atau antar pihak ketiga berdasarkan prinsip syariah.
    l.        Melakukan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu akad berdasarkan prinsip syariah.
    m.    Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan prinsip syariah.
    n.      Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah berdasarkan prinsip syariah.
    o.      Melakukan sebagai wali amanat berdasarkan akad wakalah.
    p.      Memeberi fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan prinsip syariah.
    q.      Melakukan kegiatan yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
          Selain melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud di atas, Bank Umum Syariah (BUS) dapat pula:
    a.       Melakukan kegiatan valuta asing (valas) berdasarkan prinsip syariah.
    b.      Melakukan penyertaan modal pada Bank Umum Syariah (BUS) atau lembaga keuangan yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
    c.       Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya.
    d.      Bertindak sebagai pendiri dan pengurus dana pensiun berdasarkan prinsip syariah.
    e.       Melakukan kegiatan dalam pasar modal sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan ketentuan peratura perundang-undangan di bidang pasar modal.
    f.       Menyelenggarakan kegiatan atau produk bank yang berdasarkan prinsip syariah dengan menggunakan sarana elektronik.
    g.      Menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga jangka pendek berdasarkan prinsip syariah, bank secara langsung maupun tidak langsung melalui pasar uang.
    h.      Menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pasar modal.
    i.        Menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank Umum Syariah (BUS) lainnya yang berdasarkan prinsip syariah.

    2.      Unit Usaha Syariah (UUS)
          Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disebut UUS adalah unit kerja dari BUK yang berfungsi sebagai kantor yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, atau unit kinerja kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah.[13] Kegiatan usaha Unit Usaha Syariah (UUS) meliputi sebagai berikut:
    a.       Menghimpun dana dalam bentuk simpanan berupa giro, tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad wadi’ah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
    b.      Menghimpun dana dalam bentuk investasi berupa deposito, tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
    c.       Menyalurkan pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah, akad musyarakah, atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
    d.      Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad murabahah, akad salam, akad istishna’, atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
    e.       Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad qardh atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
    f.       Menyalurkan pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerakkepada nasabah berdasarkan prinsip ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
    g.      Melakukan pengambilalihan utang berdasarkan akad hawalah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
    h.      Melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
    i.        Membeli, menjual, atau menjamin atas resiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan prinsip syariah, antara lain, seperti akad ijarah, musyarakah, mudharabah, murabahah, kafalah, atau hawalah.
    j.        Membeli surat berharga berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan oleh pemerintah dan/atau Bank Indonesia.
    k.      Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan pihak ketiga atau antar pihak ketiga berdasarkan prinsip syariah.
    l.        Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan prinsip syariah.
    m.    Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah berdasarkan prinsip syariah.
    n.      Melakukan sebagai wali amanat berdasarkan akad wakalah.
    o.      Memeberi fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan prinsip syariah.
    p.      Melakukan kegiatan yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
          Selain melakukan usaha sebagaimana dimaksud di atas, Unit Usaha Syariah (UUS) dapat pula:
    a.       Melakukan kegiatan valuta asing (valas) berdasarkan prinsip syariah.
    b.      Melakukan kegiatan dalam pasar modal sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang pasar modal.
    c.       Melakukan penyertaan modal pada Bank Umum Syariah (BUS) atau lembaga keuangan yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
    d.      Menyelenggarakan kegiatan atau produk bank yang berdasarkan prinsip syariah dengan menggunakan sarana elektronik.
    e.       Menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga jangka pendek berdasarkan prinsip syariah, bank secara langsung maupun tidak langsung melalui pasar uang.
    f.       Menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Unit Usaha Syariah (UUS) lainnya yang berdasarkan prinsip syariah.[14]

    E.     Sisdur Dan Operasional BUS
          Aspek operasional bank diklasifikasikan pada manajemen operasional dan prinsip operasional. Pada manajemen operasional, bank akan dibagi pada bank dengan manajemen operasional bank umum (BU) dan bank perkreditan/pembiayaan rakyat (BPR). Klasifikasi manajemen operasional secara sederhana didasarkan pada core capital (modal inti) pada saat pertama bank tersebut didirikan.[15]
          Kategori bank umum jika suatu bank telah memenuhi syarat core capital minimal Rp. 500.000.000,- (lima ratus miliar rupiah). Sedangkan kategori BPR ditentukan jika core capital-nya minimal Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah). Ketentuan core capital bersifat tentatif dengan regulasi dan perundang-undangan yang berlaku. Pernah core capital untuk pendirian bank umum sebesar Rp. 1.000.000.000.000,- (satu trilyun rupiah).
    Core capital merupakan modal inti atau modal yang berasal dari para pemegang saham. Dana modal inti terdiri dari:
    1.      Modal Disetor
    Sumber dana ini berasal dari owner (pemilik) atau pemegang saham individual atau kelompok yang tercantum dalam notaris dan telah disetujui oleh Bank Indonesia. Sumber lainnya dapat melalui penjualan saham atau penembahan dana lain dengan mengeluarkan atau menjual tambahan saham baru.
    2.      Dana Cadangan
    Berasal dari laba bank yang tidak dibagi untuk dana taktis terhadap resiko kerugian.
    3.      Laba Ditahan
    Dividen atau keuntungan yang oleh para pemegang saham dalam RUPS diputuskan untuk diinvestasikan kembali.
          Dari ketiga unsur core capital di atas, modal disetor merupakan bagian penting dalam proses pendirian bank untk menjadi bank umum atau bank perkreditan.[16]
          Setalah kategori bank terbentuk sebagai bank umum atau bank perkreditan rakyat, maka bank tersebut pada awal pendirian dapat diklasifikasikan lagi pada operasional yang berprinsip pada Bank Konvensional (BK) atau prinsip Bank Syariah (BS).
          Penekanan klasifikasi bank syariah terletak pada prinsip operasional yang didasarkan pada spek syariah sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang perbankan dan peraturan lainnya seperti Peraturan Bank Indonesia (PBI) dan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).
          Prinsip operasional syariah yang lahir dari pendiriannya, terdapat bank syariah dengan satu atap dari pusat sampai cabang yang disebut Bank Umum Syariah (BUS).
          Terdapat pula bank dengan prinsip operasional syariah yang dikembangkan dari atap konvensional disebut Unit Usaha Syari’ah (UUS), bank syariah yang merupakan dampak dari kebijakan double windows system of banking dalam UU No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan.
    Untuk memperoleh izin usaha Bnak Syariah harus memenuhi persayatan sekurang-kurangnya tentang:
    a.       Susunan organisasi dan kepengurusan;
    b.      Permodalan;
    c.       Kepemilikan;
    d.      Keahlian di bidang Perbankan Syariah; dan
    e.       Kelayakan usaha.

    Bank yang telah berjalan dengan prinsip konvemsional juga dapat dikonversi menjadi syariah dengan syarat dan izin Bank Indonesia. Akan tetapi bank syariah tidak boleh konversi menjadi konvensional.[17]

    Setelah lahir UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah maka secara alamiyah Unit Usaha Syariah harus konversi atau spin-off.
    Pasal 1 angka 12 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas disebutkan:

          Spin-off atau pemisahan merupakan perbuatan hukum yang dilakukan oleh perseroan untuk memisahkan usaha yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada dua perseroan atau lebih atau sebagian aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada satu perseroan atau lebih.

    Untuk memperkuat proses spin-of, beberapa pasal penting dalam UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah disebutkan:
    Pasal 1 angka 32 disebutkan:
    Pemisahan adalah pemisahan usaha dari satu Bank menjadi dua usaha atau lebih, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    Pasal 68 ayat 1:
    Dalam hal Bank Umum Konvensional memiliki UUS yang nilai asetnya telah mencapai paling sedikit 50% dari total ilai aset bank induknya. Atau 15 tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini, maka Bank Umum Konvensional dimaksud wajib melakukan pemisahan UUS tersebut menjadi Bank Umum Syariah.[18]

    Bank indonesia juga menerbitkan peraturan yang menjelaskan tentang pemisahan UUS dari BUK dalam PBI No. 11/10/PBI/2009 tentang Unit Usaha Syariah, Pasal 1 angka 14 disebutkan:
          Pemisahan usaha dari satu BUK (Bank Umum Konvensional) menjadi dua badan usaha atau lebih dengan ketentuan peundang-undangan yang berlaku.

    Dalam pasal 40 OBI No.11/10/PBI/2009 disebutkan:
    UUS wajib memisahkan UUS menjadi BUS apabila:
    (a)    Nilai aset UUS telah mencapai 50% dari total nilai aset BUK induknya, atau
    (b)   Paling lambat 1 tahun sejak berlakunya Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

          Setiap konsekuensi bank yang menggunakan prinsip operasional syariah maka dalam struktur organisasinya harus melibatkan Dewan Pengawas Syariah (DPS). Suatu jabatan yang diisi oelh pakar di bidang Ekonomi Islam.
    Dari penjelasan perbankan nasional dalam aspek operasional, maka bank syariah mempunyai kedudukan yang sama kuat dengan bank konvensional dari aspek struktur dan syarat capital.[19]


    F.     Perkembangan Perbankan Syariah Di Indonesia
          Di Indonesia, bank syariah pertama yang pertama didirikan pada tahun 1992 adalah Bank Muamalat Indonesia (BMI). Walaupun perkembangannya agak terlambat bila dibandingkan dengan negara-negara Muslim lainnya, perbankan syariah di Indonesia akan terus berkembang. Bila pada periode tahun 1992-1998 hanya ada satu unit Bank Syariah, maka pada tahun 2005, jumlah bank syariah di Indonesia telah bertambah menjadi 20 unit, menjadi 3 bank umum syariah dan 17 unit usaha syariah. Sementara itu, jumlah Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) hingga akhir tahun 2004 bertambah menjadi 88 buah.
          Berdasarkan data Bank Indonesia, prospek perbankan syariah pada tahun 2005 diperkirakan cukup baik. Industri perbankann syariah diprediksi masih akan berkembang dengan tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi. Jika pada posisi November 2004,volume usaha perbankan syariah telah mencapai 14,0 triliun rupiah, dengan tingkat pertumbuhan yang terjadi pada tahun 2004 sebesar 88,6%, volume usaha perbankan syariah di akhir tahun 2005 diperkirakan akan mencapai sekitar 24 triliun rupiah. Dengan volume tersebut, diperkirakan industri perbankan syariah akan mencapai pangsa sebesar 1,1% pada akhir tahun 2004.  Syariah Pertumbuhan volume usaha perbankan syariah tersebut ditopang oleh rencana pembukaan unit usaha syariah yang baru dan pembukaan jaringan kantor yang lebih luas. Dan pihak ketiga (DPK) diperkirakan akan mencapai jumlah sekitar 20 triliun rupiah dengan jumlah pembiayaan sekitar 21 triliun rupiah di akhir tahun 2005.
          Sementara itu, riset yang dilakukan oleh Karim Bussines Consulting pada tahun 2005 menunjukkan bahwa total aset bank syariah di Indonesia diperkirakan akan lebih besar daripada apa yang diproyeksikan oleh Bank Indonesia. Dengan menggunakan KARIM Growth Model, total aset bank syariah di Indonesia diproyeksikan akan mencapai antara 1,92% sampai 2,31% dari industri perbankan nasional. Model ini dikembangkan dengan pendektan rational expectation atau dengan memanfaatkan all relevant information available dan mensimulasikan proyeksi pertumbuhan aset masing0masing BUS/UUS (organik) dan proyeksi BUS/UUS baru (non-organik) yang kemudian dilahirkan agregasi pertumbuhan.
          Perkembangan perbankan syariah ini tentunya jga harus didukung oleh sumber daya insani yang memadai, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Namun, realitas yang ada menunjukkan bahwa masih banyak sumber daya insani yang selama ini terlibat di institusi  syariah tidak memiliki pengalaman akademis maupun praktis dalam Islamic Banking. Tentunya kondisi ini cukup signifikan memengaruhi produktivitas dan profesionalisme perbankan syariah itu sendiri. Inilah yang memang harus mendapatkan perhatian dari kita semua, yakni mencetak sumber daya insani yang mampu mengamalkan ekonomi syariah disemua lini karena sistem yang baik tidak mungkin dapat berjalan bila tidak didukung oleh sumber daya insani yang baik pula.[20]
    KESIMPULAN
          Bank Syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip bagi hasil atau prinsip-prinsip syariah .
          Adapun Fungsi Bank Syariah adalah : 1.) Fungsi Manager Investasi, Bank Syariah merupakan manager investasi dari pemilik dana (shahibul maal) dari dana yang dihimpun, karena besar kecilnya pendapatan (bagi hasil) yang diterima oleh pemilik dana  tersebut tergantung pada keahlian, kehati-hatian, dan profesionalisme dari Bank Syariah. 2.) Fungsi Investor, berhubungan dengan pembagian hasil usaha (profit distribution) yang dilakukan oleh Bank Syariah.
          Adapun perbedaan perbankan syariah dan konvensional adalah dalam kegaitannya bank syariah berdasarkan dengan prinsip-prinsip syariah. Sehingga, ada pengawasan dari oleh negara yang di laksanakan oleh Dewan Pengawas Syariah. Ini bertujuan agar perbankan syariah dalam menjalankan kegiatannya sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
          Prinsip operasional syariah yang lahir dari pendiriannya, terdapat bank syariah dengan satu atap dari pusat sampai cabang yang disebut Bank Umum Syariah (BUS). Terdapat pula bank dengan prinsip operasional syariah yang dikembangkan dari atap konvensional disebut Unit Usaha Syari’ah (UUS).
          Perkembangan perbankan syariah di indonesia telah mengalami peningkatan, sejak dari awal kemunculannya. Keadaaan ini dapat kita rasakan setelah melihat banyaknya perbankan yang membuka cabang produknya dengan menggunakan prinsip syariah ataupun perbankan yang muncul dengan langsung menerapkan prinsip syariah dalam keseluruhan kegaiatannya.
     
    DAFTAR PUSTAKA

    Antonio, Muhammad Syafi’i. 2001. Bank Syariah dan Teori ke Praktik.  Jakarta : Gema Insani Press.
    Asnaini., Setiawan, Evan., Asriani, Windi. 2012. Manajemen Keuangan. Yogyakarta : Teras.
    Budisantoso, Totok., Triandaru, Sigit. 2006. Bank Dan Lembaga Keuangan Lain, Edisi 2. Jakarta : Salemba Empat.
    Dahlan, Ahmad. 2012. Bank Syariah. Yogyakarta : Teras.
    Fuady, Munir. 2003. Hukum Perbankan Modern. Jakarta : PT. Citra Aditya Bakti.
    Hak, Nurul. 2011. Ekonomi Islam, Hukum Bisnis Syariah. Yogyakarta : Teras.
    Iska, Syukri. 2012. Sistem Perbankan Syariah di Indonesia. Yogyakarta : Fajar Media Press.
    Karim, Adiwarman.2011. Bank Islam : Analisis Fiqih Dan Keuangan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
    Muhammad. 2011. Audit & Pengawasan Syariah Pada Bank Syariah. Yogyakarta : UII Press.
    Sumitro, Warkum. 1997. Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait (Bamui & Takaful) di Indonesia. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
    Wiroso. 2005. Penghimpunan Dana dan Distribusi Hasil Usaha Bank Syariah. Jakarta : PT Grasindo.
    http://storage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/BankIndonesia/PBINo11_10_PBI_2009penjelasan.pdf diakses hari Jum’at, 30 September 2016, pukul 13.05 WIB.



    [1] Asnaini, Evan Stiawan, dan Windi Asriani, Manajemen Keuangan, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 23-24.
    [2] Syukri Iska, Sistem Perbankan Syariah di Indonesia, (Yogyakarta: Fajar Media Press, 2012), hlm. 49-50.
    [3] Ahmad Dahlan, Bank Syariah, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 101.
    [4] Warkum Sumitro, Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait (Bamui& Takaful) di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997), hlm. 5.
    [5] Wiroso, Penghimpunan Dana dan Distribusi Hasil Usaha Bank Syariah, (Jakarta: PT Grasindo, 2005), hlm. 1-2.
    [6] Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern, (Jakarta: PT. Citra Aditya Bakti, 2003), hlm. 170-171.
    [7] Wiroso, Penghimpunan Dana dan Distribusi Hasil Usaha Bank Syariah, (Jakarta: PT. Grasindo, 2005), hlm. 5.
    [8] Nurul Hak, Ekonomi Islam, Hukum Bisnis Syariah, (Yogyakarta : Teras, 2011), hlm. 107.
    [9] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dan Teori ke Praktik, (Jakarta : Gema Insani Press, 2001), hlm 34.
    [10] Totok Budisantoso & Sigit Triandaru, Bank Dan Lembaga Keuangan Lain, Edisi 2, (Jakarta : Salemba Empat, 2006), hlm. 157.
    [11] Asnaini, Evan Stiawan, dan Windi Asriani, Manajemen Keuangan, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 24.

    [14] Muhammad, Audit & Pengawasan Syariah Pada Bank Syariah, (Yogyakarta: UII Press, 2011), hlm. 15-19.
    [15] Ahmad Dahlan, Bank Syariah Teoritik, Praktik, Kritik(Yogyakarta: Teras, 2012). Hlm. 75.
    [16] Ibid, hlm. 76.
    [17] Ibid. Hlm. 77,
    [18] Ibid. Hlm. 78
    [19] Ibid. Hlm. 79.
    [20] Adiwarman Karim, Bank Islam : Analisis Fiqih Dan Keuangan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2011), hlm. 25-27.

    No comments:

    Post a Comment

    Review Lengkap Notebook ASUS Vivobook S14 S433: Membawa Spirit Dare To Be You

    Review Lengkap Notebook ASUS Vivobook S14 S433: Membawa Spirit Dare To Be You Menjadi diri sendiri adalah salah satu kunci sukses menggapa...