kantongtangan.com: Fintech Bank Syariah, Peluang Baru Ada Di Tangan Generasi Rabbani
  • Home
  • Tentang kantongtangan.com
  • Kumpulan Puisi
  • Fintech Bank Syariah, Peluang Baru Ada Di Tangan Generasi Rabbani

    Fintech Bank Syariah, Peluang Baru Ada Di Tangan Generasi Rabbani
    Kita saat ini telah memasuki era di mana kehidupan segala aspek kehidupan tidak memiliki batasan lagi. Terutama dalam aspek ekonomi global. Sumber komoditas ekonomi yang kita konsumsi bukan lagi hanya berasal dari pelosok tanah air, melainkan juga dari luar negeri. Kemudahan distribusi dengan menggunakan berbagai model transportasi modern, media transaksi yang tidak lagi berbatas dan bertemu dalam marketplace di tangan kita. Bahkan cara dan media pembayarannya pun tanpa memerlukan kantor Bank lagi.
    Suatu keniscayaan tentang pentingnya literasi di bidang teknologi informasi dengan berlatar belakang pendidikan apa pun, apalagi bidang ekonomi dan bisnis. Sektor yang paling rentan terkena imbas perubahan adalah ekonomi dan bisnis. Perubahan lingkungan, perubahan teknologi, pertahanan dan keamanan, sosial dan sektor lainnya akan berdampak terhadap perubahan ekonomi. Perubahan berbagai aspek berupa data dan informasi beserta segala jenis perubahan apa pun di dunia ini telah terangkum dalam instrumen media di tangan kita (mobile phone).
    Pembiayaan usaha juga makin beragam, baik sumbernya, jenis instrumennya, lembaganya, maupun produknya. Sumber pembiayaan usaha mulai dari perorangan, lembaga sosial (amal), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM-NGO) baik lokal maupun internasional, Program Hibah Pemerintah, Koperasi, perusahaan swasta (program CSR), dan perusahaan milik pemerintah-BUMN (melalui PKBL).[1] Instrumennya juga bervariasi, ada yang berbentuk modal penyertaan, pinjaman, sertifikat saham, dan sebagainya. Pada bank syariah produk layanannya juga beragam, ada yang dalam bentuk pinjaman ( akad qardhul hasan), pendanaan modal (akad Mudharabah dan Musyarakah), pembiayaan (akad murabahah), sewa beli (leasing), dan gadai/titipan (akad ijarah).
    Sedangkan pada jumlah usaha mikro kecil, sekitar 52 juta dan lebih dari separoh dari mereka belum mengakses ke lembaga keuangan formal (riset Bank Dunia, 2012). Masyarakat usaha mikro yang sebagaian besar berdomisili di wilayah perdesaan mengalami kesulitan menjangkau layanan lembaga keuangan formal. Sehingga diperlukan media dan instrumen yang mendekatkan antara lembaga keuangan dengan masyarakat yang dilayaninya. Lalu muncullah, beberapa inovasi kebijakan seperti branchless banking, mobile banking, e-money dan sebagainya.[2]
    Saat ini infrastruktur keuangan sudah establish baik sistem operasi maupun supervisinya, terutama yang berada di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Namun dalam prakteknya, ternyata inovasi keuangan telah melesat cepat melewati rambu-rambu regulasi sistem keuangan yang ada saat ini. Model transaksi keuangan yang berbasis on-line mampu beroperasi one to one, face to face tanpa melalui perantara lembaga keuangan existing, yang populer di sebut dengan financial technology (fintech).[3]
    Secara sederhana, Fintech adalah berbagai inovasi yang menggabungkan fungsi keuangan (financial) dengan teknologi (technology). Sedangkan pelaku usaha fintech, yang umumnya disebut usaha rintisan (start up). Pertumbuhan Fintech begitu mengesankan dan menjadi sebuah fenomena belakangan ini.
    Peradaban baru ekonomi digital sekarang ini mempunyai tiga faktor utama yang melatarbelakanginya, yaitu faktor pertama kekakuan yang dirasakan dari lembaga keuangan formal, faktor kedua, struktur demografis ke depan semakin memperbesar penetrasi digital ekonomi di jasa keuangan dan faktor terakhir, jumlah pemilik telepon genggam yang jauh lebih banyak dari jumlah pemilik rekening bank.
    Terdapat empat kelompok utama Fintech di Indonesia, yaitu (1) payment, clearing, settlement; (2) deposit, lending, capital raising; (3) market provisioning; serta (4) investment & risk management, pangsa aktivitas Fintech pada tahun 2016 didominasi sebesar 56% oleh kelompok pertama. Secara  global Fintech saat ini sudah berkembang sangat pesat dan memiliki pangsa pasar yang besar. Di Indonesia pada sampai akhir tahun 2016 tercatat 156 perusahaan yang bergerak di bidang fintech, total nilai transaksinya diperkirakan mencapai USD 14,5 milyar USD, atau 0,6% dari total nilai transaksi global yang diperkirakan mencapai USD 2.355,9 milyar.[4]
    Pemanfaatan teknologi dengan bijak akan membawa perubahan yang baik dan signifikan namun kita semua pasti tahu dibalik suatu kemajuan pasti ada masalah baru yang mengintai kedepannya. Tidak perlu pesimistis menatap semua ini. Mencari sebuah solusi yang kongkrit akan lebih bermanfaat untuk semua demi mewujudkan keadilan sosial yang seutuhnya. Melalui perabadan ekonomi digital ini, mau tidak mau kita harus berkaloborasi tanpa “merusak” industry lain yang terlebih dahulu ada.
    FinTech di Indonesia memiliki banyak jenis, salah satu produk financial technology adalah crowde funding. Produk ini mampu mempertemukan orang yang membutuhkan dana dan mereka yang memiliki dana untuk saling bertransaksi dalam bidang investasi. Mereka tidak menggunakan lembaga keuangan dalam bertransaksi, cukup menggunakan media online sebagai marketplace-nya. Cara berjualan dan memasarkan produk melalui e-commerce, dan cara pengiriman barang melalui e-courier menjadi trend bisnis di masa yang akan datang.
    Revolusi Financial Technology atau Fintech mulai tumbuh di perbankan syariah. revolusi Fintech dalam hal data, analisis, robotika, dan kecerdasan buatan memiliki kemampuan untuk mengumpulkan data serta memberikan bantuan dalam pengambilan keputusan. FinTech dalam perbankan syariah telah melakukan inovasi dalam produk-produk syariah.
    Membawa teknologi harus diiringi dengan perubahan budaya organisasi, dalam hal ini perbankan syariah berada dalam posisi yang lebih baik karena mereka lebih kecil dari perbankan konvensional dan lebih lokal sehingga lebih mudah bagi mereka untuk berubah dan mengelola FinTech dengan baik. Oleh karena itu, perbankan diharapkan dapat mengubah pola pikir dan industri keuangan syariah memerlukan perubahan secara menyeluruh dalam perilaku ekonomi.
    Bagi industri perbankan syariah, Fintech dapat membuka pintu kerja sama di tingkat nasional dan internasional. Untuk membangun FinTech ini perlu ada kerja sama atau kolaborasi antarindustri perbankan syariah di tingkat nasional maupun lintas negara.
    Hadirnya persaingan usaha secara otomatis akan membuat para pemilik usaha berpikir untuk memenangkan persaingan. Oleh karena itu mereka mencoba untuk mengambil pangsa pasar yang ada dengan menggunakan inovasi yang beragam. Mulai dari cara pembayaran yang menerapkan sistem digital berbasis data personal, sampai kepada cara memesan suatu barang yang kita inginkan melalui toko yang sedang berkembang saat ini.
    Kemudian dengan hadirnya keterbatasan, masyarakat yang notabene adalah konsumen dari sebuah produk, jasa, maupun kebijakan, masyarakat belum sepenuhnya dapat memahami bagaimana cara kita mendapatkan suatu produk atau jasa dengan cara daring dengan aman selain dengan metode transfer melalui rekening bank. Atau juga bagi pemilik usaha belum bisa mengakomodir sepenuhnya sistem pembayaran yang diterapkan itu apakah dapat memuat semua akun rekeningnasabah atau tidak. Begitu juga dengan pemerintah yang menghadirkan inovasi dari keterbatasan.
    Penggunaan teknologi akan menjadi perubahan besar dalam bidang perbankan. Teknologi telah memungkinkan perbankan untuk mengakses lebih banyak pelanggan dengan cara yang komprehensif dan biaya rendah. Bank-bank syariah harus memanfaatkan perangkat teknologi secara penuh, dan berinvestasi lebih banyak dalam ruang FinTech ini. Untuk mendorong Financial Technologi (Fintech) dalam perbankan syariah, CBB akan segera mengeluarkan peraturan untuk memfasilitasi solusi Fintech tersebut. Menurutnya, CBB ingin melihat bank syariah dapat tumbuh pesat dan menjadi pemimpin dengan merangkul Fintech.
    Sebuah laporan yang diterbitkan oleh Ernst & Young (EY) menyebutkan bahwa adopsi teknologi keuangan bukan lagi menjadi pilihan tapi merupakan persyaratan penting bagi perbankan syariah untuk mendapatkan pangsa pasar yang lebih besar. Pengenalan Fintech akan meningkatkan basis pelanggan keuangan syariah yang saat ini sekitar 100 juta menjadi 250 juta pada 2020 mendatang. Sebanyak 12 bank yang beroperasi di Arab Saudi menawarkan pembiayaan syariah di sektor ritel. Berharap pembiayaan di sektor korporasi dapat meningkat seiring dengan pertumbuhan industri perbankan syariah pada beberapa dekade ke depan.[5]
    Penerapan inovasi FinTech bukanlah suatu pilihan, tapi keharusan mutlak bagi bank partisipasi untuk terus meraih pangsa pasar. penetrasi teknologi konsumen (ponsel, tablet, laptop) di wilayah global sekarang dibandingkan dengan yang dari konsumen di sebagian besar negara maju.
    Berdasarkan keakraban dan penggunaan teknologi konsumen mereka, pola perilaku mereka memodifikasi, dengan peningkatan harapan untuk berinteraksi dengan bank menggunakan saluran digital. Bank tidak bisa realistis berharap untuk memperoleh pertumbuhan masa depan yang berkelanjutan di pangsa pasar mereka jika mereka tertinggal di belakang rekan-rekan konvensional mereka dalam transformasi digital melalui penggunaan inovasi FinTech.
    Langkah selanjutnya melalui Bank Indonesia pada tanggal 14 november 2016 telah berdiri BI-Financial Tecnology Office (BI-FTO), merupakan sebuah laboratorium fintech yang tujuan besarnya untuk menjaga level of playing field melalui rezim regulasi yang berimbang dan proporsional tanpa harus mematikan laju inovasi.[6]
    Dalam mengembangkannya, Bank Indonesia membutuhkan adanya dukungan dari semua rakyat Indonesia sendiri dalam mewujudkan peluang emas bagi Bank Syariah. Salah satunya ialah peran aktif dari mahasiswa dan pakar perbankan. Mahasiswa saat ini sangat kritis menghadapi inovasi-inovasi baru yang ada di depan mata mereka. Oleh karena itu, para ekonom rabbani harus bisa memilah-milah informasi yang akan dikembangkannya melalui inovasi baru ini, yakni financial Technology.



    [2] Laporan Riset, 2012, Bank Dunia Kantor Jakarta.
    [3] Annual Report, OJK, 2014.
    [4] World Bank, Global Financial Index, 2016.

    No comments:

    Post a Comment

    Review Lengkap Notebook ASUS Vivobook S14 S433: Membawa Spirit Dare To Be You

    Review Lengkap Notebook ASUS Vivobook S14 S433: Membawa Spirit Dare To Be You Menjadi diri sendiri adalah salah satu kunci sukses menggapa...