kantongtangan.com: Makalah Sejarah Perkembangan Islam
  • Home
  • Tentang kantongtangan.com
  • Kumpulan Puisi
  • Makalah Sejarah Perkembangan Islam

    BAB I
    PENDAHULUAN
    A.    Latar Belakang Masalah
    Pada era perkembangan kebudayaan Islam sekarang telah jauh berubah dengan keadaan Islam mulai hadir di tengah-tengah keehidupan manusia. Terlihat di dalam realita bahwa sudah banyak sekali manusia yang tidak mengetahui sejarah perkembangan Islam. Hal ini terlihat sangat memprihatinkan.
    Padahal jumlah muslim di dunia sangatlah besar dan masuk dalam kategori mayoritas, namun sebagian besar muslim tidak mengetahui sejarah perkembangan dari Islam itu sendiri.
    Maka dari itulah, penulis menyusun makalah ini sebagai bahan diskusi dan tambahan bahan materi belajar bersama untuk mengetahui sejarah perkembangan Islam selama ini. Agar sebagai umat muslim lebih menghargai sejarah dan juga semakin bangga terhadap Islam.
       
    B.     Rumusan Masalah
    a.       Bagaimana perkembangan sejarah Islam selama ini ?
    b.      Bagaimana hal-hal yang menjadi teladan dari sejarah Islam yang telah ada selama ini ?

    C.     Tujuan
    a.       Untuk mengetahui perkembangan sejarah Islam selama ini.
    b.      Untuk mengetahui dan memahami serta mampu meningkatkan hal-hal yang menjadi teladan dari sejarah Islam yang telah ada selama ini.



    BAB II
    PEMBAHASAN
    A.    Sudut Pandang Tentang Perkembangan Sejarah  Islam
    Di kalangan ahli sejarah terdapat perbedaan pandangan tentang kapan dimulainya sejarah Islam yang telah berusia lebih dari 14 abad ini. Di satu pihak menyatakan bahwa sejarah Islam dimulai sejak Nabi Muhammad SAW diangkat sebagai Rasul, dan berada di Makkah atau 13 tahun sebelum hijrah ke Madinah. Di lain pihak menyatakan, bahwa sejarah Islam itu dimulai sejak lahirnya negara Madinah yang dipimpin oleh Nabi SAW atau tepanya stelah Nabi SAW berhijrah ke Madinah.[1]
    Timbulah perbedaan dari kedua belah pihak tersebut disebabkan karena perbedaan tinjauan tentang unit sejarah. Pihak pertama melihat bahwa unit sejarah adalah masyarakat. Masyarakat muslim telah ada sejak Nabi SAW menyampaikan seruannya. Sedangkan pihak kedua melihat bahwa niat sejarah itu adalah negara, sehingga sejarah Islam mulai dihitung sejak lahirnya negara Madinah.[2]
    Perbedaan pendapat tersebut akan terlihat pada pembagian periodisasi sejarah Islam yang dikemukakan oleh para ahli, terutama dalam hal tahun permulaan sejarah Islam pada periode pertama atau biasa disebut periode klasik, dan bahkan ada yang menyebutkan sebagai periode praklasik guna mengisi babakan sejarah Islam.[3]
    Hasjmy mengatakan bahwa para ahli sejarah kebudayaan telah membagi sejarah kebudayaan Islam kepada sembilan periode, sesuai dengan perubahan-perubahan politik, ekonomi, dan sosial dalam masyarakat Islam selama masa-masa itu. Kesembilan periode itu adalah, sebagai berikut:[4]
    1.      Masa Permulaan Islam, yang dmulai sejak lahirnya Islam pada tanggal 17 Ramadhan 12 tahun sebelum hijrah sampi tahun 41 Hijriyah atau 601 sampai 661 M;
    2.      Masa Daulah Amawiyah: dari tahun 41-132 H (661-750 M);
    3.      Masa Daulah Abbasiyah I: dari tahun 132-232 H (750-847 M);
    4.      Masa Daulah Abbasiyah II: dari tahun 232-334 H (847-946 M);
    5.      Masa Daulah Abbasiyah III: dari tahun 334-467 H (946-1075 M);
    6.      Masa Daulah Abbaiyah IV: dari tahun 467-656 H (1075-1261 M);
    7.      Masa Daulah Mongoliyah: dari tahun 656-925 H (1261-1520 M);
    8.      Masa Daulah Usmaniyah: dari tahun 925-1213 H (1520-1801 M);
    9.      Masa Kebangkitan Baru: dari tahun 1213 H (1801 M).
    Dari pendapat tersebut dapat dipahami bahwa periode sejarah kebudayaan Islam dimulai sejak Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Rasul pada tahun 12/13 sebelum hijrah. Pendapat senada juga dikemukakan oleh N. Ash-Shiddiqi yang mengatakan bahwa pada waktu sekarang ini para sejarawan cenderung mengambil masyarakat sebagai unit sejarah. Jika unit sejarah itu tertumpu pada negara, maka hal itu mengandung kelemahan. Artinya, batas negara tidak selalu tetap. Beliau telah membagi perjalanan sejarah Islam ke dalam tiga bagian besar yaitu:
    1.      Periode Klasik
    2.      Periode Pertengahan
    3.      Periode Modern
    4.       
    B.     Periodesasi Sejarah Perkembangan Islam
                Ketika Nabi Muhammad SAW lahir (570 M), Mekah adalah sebuah kota yang sangat penting dan terkenal. Kota ini dilalui jalur perdagangan yang ramai menghubungkan Yaman di selatan dan Syiria di utara. Dengan adanya Ka’bah di tengah kota, Mekah menjadi pusat keagamaan Arab[5].
                Melalui jalur perdagangan, bangsa Arab berhubungan dengan bangsa-bangsa Syria,  Persia, Habsyi, Mesir (Qibthi), dan Romawi yang semuanya mendapat pengaruh dari kebudayaan Hellenisme. Melalui kerajaan-kerajaan protektorat, banyak berdiri koloni-koloni tawanan perang Romawi dan Persia di Ghassan dan Hirah. Penganut agama Yahudi juga banyak mendirikan koloni di jazirah Arab, yang terpenting di antaranya adalah Yatsrib. Penduduk koloni ini terdiri dari orang-orang Yahudi dan orang-orang Arab yang menganut agama Yahudi[6].
                Mayoritas penganut agama Yahudi tersebut pandai bercocok tanam dan membuat alat-alat dari besi, seperti perhiasan dan persenjataan. Sama dengan penganut agama Yahudi, orang-orang Kristen juga mendapat pengaruh dari kebudayaan Hellenisme dan pemikiran Yunani. Aliran kristen masuk ke jazirah Arab ialah aliran Nestorian di Hirah dan aliran Jacob-Barady di Ghassan.
                Walaupun agama Yahudi dan Kristen sudah masuk ke jazirah Arab, bangsa Arab kebanyakan masih menganut agama asli mereka, yaitu percaya kepada banyak dewa yang diwujudkan dalam bentuk berhala dan patung.
                Sebelum masa kerasulan Nabi Muhammad SAW adalah anggota Bani Hasyim, suatu kabilah yang kurang berkuasa dalam suku Quraisy. Nabi Muhammad lahir dari keluarga terhormat yang relatif miskin. Ayahnya bernama Abdullah anak Abdul Muthalib, seorang kepala suku Quraisy yang besar pengaruhnya. Ibunya adalah Aminah binti Wahab dari Bani Zuhrah. Tahun kelahiran Nabi dikenal dengan nama tahun gajah (570 M). Muhammad lahir dalam keadaan yatim karena ayahnya meninggal dunia tiga bulan setelah dia menikahi Aminah. Muhammad kemudian diserahkan kepada ibu pengasuh, Halimah Sa’diyyah dan diasuh selama empat tahun. Setelah itu, kurang lebih dua tahun diasuh ibunya, dan ketika berusia enam tahun dia menjadi yatim piatu. Kemudian Muhammad dirawat kakeknya selama dua tahun karena kakeknya meninggal, dan terakhir Muhammad dirawat pamannya, yaitu Abu Thalib. Dalam usia muda Muhammad hidup sebagai penggembala kambing keluarganya dan kambing penduduk Mekah. Sejak muda ia sudah dijuluki al-amin, yaitu orang yang terpercaya. Nabi Muhammad ikut untuk pertama kali dalam kafilah dagang ke Syria (Syam) dalam usia baru 12 tahun. Kafilah itu  dipimpin oleh Abu Thalib.
                Pada usia dua puluh lima tahun, Muhammad berangkat kke Syria membawa barang dagangan saudagar wanita kaya raya yang telah lama menjanda, Khadijah. Dalam perdagangan ini, Muhammad memperoleh laba yang besar. Khadijah kemudian melamarnya. Lamaran itu diterima dan perkawinan dilaksanakan ketika itu Muhammad berusia 25 tahun dan Khadijah 40 tahun. Dalam perkembangan selanjutnya, Khadijah adalah wanita pertama yang masuk Islam dan banyak membantu Nabi dalam perjuangan menyebarkan Islam. Nabi Muhammad tidak kawin lagi sampai Khadijah meninggal ketika Muhammad berusia 50 tahun.
                Masa kerasulan terjadi saat Muhammad menjelang usianya yang ke empat puluh tahun, dia sudah terlalu biasa memisahkan diri dari kegalauan masyarakat, berkontemplasi ke Gua Hira , beberapa kilometer di utara Mekah. Di sana Muhammad mula-mula berjam-jam, kemudian berhari-hari bertafakur. Pada tanggal 17 Ramadhan tahun 611 M, Malaikat Jibril muncul di hadapannya, menyampaikan wahyu Allah yang pertama yaitu Surat Al-‘Alaq ayat 1-5. Setelah wahyu pertama itu datang, Jibril tidak muncul lagi untuk beberapa lama, sementara Nabi Muhammad menantikannya dan selalu datang ke Gua Hira. Dalam keadaan menanti itulah turun wahyu yang membawa perintah kepadanya, yaitu surat Al-Muddatsir ayat 1-7.
                Dengan turunnya ayat itu, mulailah Rasulullah berdakwah. Pertama-tama, beliau melakukannya secara diam-diam di lingkungan sendiri dan di kalangan reekan-rekannya. Mula-mula istrinya sendiri, Khadijah kemudian saudara sepupunya Ali bin Abi Thalib yang baru berumur sepuluh tahun. Setelah itu, Abu Bakar, sahabat karibnya sejak masa kanak-kanak. Lalu Zaid, bekas budak yang telah menjadi anak angkatnya. Ummu Aiman, pengasuh Nabi sejak ibunya, Aminah, masih hidup, juga termasuk orang yang pertama kali masuk Islam.
                Setelah beberapa lama dakwah tersebut dilaksanakan secara individual turunlah perintah agar Nabi menjalankan dakwah secara terbuka. Mula-mula ia mengundang dan menyeru kerabat karibnya dari Bani Abdul Muthalib. Langkah dakwah selanjutnya yang diambil Muhammad adalah menyeru masyarakat umum. Setelah dakwah terang-terangan itu, pemimpin Quraisy mulai berusaha menghalangi dakwah Rasul. Ada lima faktor yang mendorong orang Quraisy menentang seruan Islam. Keima faktor itu adalah, (1) mereka tidak dapat membedakan antara kenabian dan kekuasaan, (2) Nabi Muhammad menyerukan persamaan hak antara bangsawan dan hamba sahaya, (3) para pemimpin Quraisy tidak dapat menerima ajaran tentang kebangkitan kembali dan pembalasan di akhirat, (4) taklid kepada nenek moyang adalah kebiasaan yang berurat brakar pada bangsa Arab, (5) pemahat dan penjual patung memandang Islam sebagai penghalang rezeki. Maka dari itulah, banyak cara yang ditempuh para pemimpin Quraisy untuk mencegah dakwah Nabi Muhammad.
                Setelah cara-cara diplomatik dan bujuk rayu yang dilakukan oleh kaum Quraisy gagal, tindakan-tindakan kekerasan fisik yang sebelumnya sudah dilakukan semakin ditingkatkan. Menguatnya posisi umat Islam memperkeras reaksi kaum musyrik Quraisy. Mereka menempuh cara baru dengan melumpuhkan kekuatan Muhammad yang bersandar pada perlindungan Bani Hasyim. Dengan demikian, untuk melumpuhkan kaum Muslimin mereka harus melumpuhkan Bani Hasyim terlebih dahulu secara keseluruhan. Cara yang ditempuh ialah pemboikotan. Mereka memutuskan segala bentuk hubungan dengan suku ini. Pemboikotan baru berhenti setelah beberapa pemimpin Quraisy menyadari bahwa apa yang mereka lakukan sungguh suatu tindakan yang keterlaluan.
                Untuk menghibur Nabi yang sedang ditimpa duka, Alloh mengisra’ dan memikrajkan beliau pada tahun ke-10 kenabian itu. Setelah peristiwa Isra’ dan Mikraj, suatu perkembangan besar bagi kemajuan dakwah Islam muncul. Perkembangan datang dari sejumlah penduduk Yatsrib yang berhaji ke Mekah. Mereka, yang terdiri dari suku ‘Aus dan Khazraj, masuk Islam dalam tiga gelombang. Setelah kaum musyrikin Quraisy mengetahui adanya perjanjian antara Nabi dan orang-orang Yatsrib itu, mereka kian gila melancarkan intimidasi terhadap kaum muslimin. Hal ini membuat Nabi segera memerintahkan para sahabatnya untuk hijrah ke Yatsrib.
                Setelah tiba dan diterima penduduk Yatsrib (Madinah), Nabi resmi menjadi pemimin penduduk kota itu. babak baru dalam sejarah Islam itu pun dimulai. Berbeda dengan periode Mekah, pada periode Madinah, Islam merupakan kekuatan politik. Ajaran kehidupan yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi Muhammad mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai kepala negara.
                Sedangkan untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan gangguan dari musuh, Nabi, sebagai kepala pemerintahan, mengatur siasat dan membentuk pasukan tentara. Umat Islam diizinkan berperang dengan dua alasan, yaitu (1) untuk mempertahankan diri dan melindungi hak miliknya, dan (2) menjaga keselamatan dalam penyebaran kepercayaan dan mempertahankannya dari orang-orang yang menghalang-halanginya. Selama dua tahun perjanjian Hudaibiyah berlangsung, dakwah Islam sudah menjangkau seluruh Jazirah Arab dan mendapat tanggapan yang positif. Hampir seluruh Jazirah Arab, termasuk suku-suku yang paling selatan, menggabungkan diri dalam Islam.  Pada tahun 11 H/632 M Nabi Muhammad kembali ke Madinah. Beliau mengatur organisasi masyarakat kabilah yang telah memeluk agama Islam. Dua bulan setelah itu, Nabi menderita sakit demam. Tenaganya dengan cepat berkurang, Pada hari Senin, tanggal 12 Rabi’ul awal 11 H/ 8 Juni 632 M,  Nabi Muhammad SAW wafat di rumah istrinya, Aisyah.
    Periodesasi Sejarah Perkembangan Islam Setelah Wafatnya Rasululloh SAW
    A.    Peradaban Islam Pada Masa Al-Khulafa Al-Rasyidin
    Dengan wafatnya Rosululloh, umat Muslim dihadapkan kepada suatu kirsis konstitusional. Rosululloh tidak menunjuk penggantinya, bahkan tidak pula membentuk suatu majlis untuk masalah tersebut. sejumlah suku melepaskan diri dari kekuasaan. Madinah dan menolak memberi penghormatan kepada khalifah baru, bahkan menolak pemerintahannya dan sebagian dari mereka menolak Islam.
    Permasalah politik yang pertama kali muncul sepeninggal Rosululloh adalah siapakah yang akan menggantikan beliau sebagai kepala pemerintahan dan bagaimana sistem pemerintahanya. Masalah tersebut diserahkan kepada kaum Muslimin. Rosul mengajarkan suatu prinsip, yaitu musyawarah, sesuai dengan ajaran Islam. Prinsip musyawarah ini dapat dibuktikan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam setiap pergantian pimpinan dari empat khalifah periode al-khulafa al-rasyidin, meski dengan versi yang beragam.
    Para khalifah tersebut menjalankan pemerintahan dengan bijaksana, karena dekatnya hubungan pribadi mereka dengan Nabi Muhammad dan otoritas keagamaan yang mereka miliki. Kekhalifahan awal ini secara politik didasarkan pada komunitas Muslim Arabia dan pada kekuatan kesukuan bangsa Arab yang berhasil menduduki imperium Timur Tengah.
    Perkembangan sebagian umat Islam dikarenakan keislaman mereka belum baik. Setelah orang-orang Arab berbondong-bondong masuk Islam saat Fath Makkah (8H), Rosululloh belum sempat berbuat banyak untuk mengajari mereka tentang prinsip-prinsip dab ajaran Islam. [7]
    Prinsip-prinsip dalam Kekhalifahan:
    a.       Prinsip politik
    Prinsip-prinsip politik Islam pada masa kekhalifahan menurut Ahmad Syalaby adalah:
    1)      Perlu adanya pemimpin bagi umat Islam
    2)      Pemimpin dipilih dan diangkat secara terbuka oleh pihak yang berwenang
    3)      Tugas pemimpin pada hakikatnya adalah tugas umat yang harus di pecahkan melalui musyawarah
    4)      Pemimpin wajib ditaati selama dirinya taat kepada Alloh dan Rosulnya
    5)      Sebagai seorang pemimpin harus selalu bersikap adil.

    b.      Prinsip ekonomi
    Terdapat beberapa prinsip ekonomi Islam yang terurs mereka kembangkan berdasarkan warisan Rosululloh:
    1.      Pengakuan terhadap pemilikan individu berikut penggunaanya
    2.      Pada prinsipnya kepemilikan pribadi itu juga harus dipertanggungjawabkan kepada Alloh, dimana fungsi utamanya di dunia sebagai tanggung jawab sosial
    3.      Prinsip harta itu harus disalurkan kepada pihak fakir miskin yang lebih membutuhkan.
    c.       Prinsip kehidupan sosial
    Islam datang ke tengah-tengah masyarakat (Arab) yang sitem sosialnya sangat tidak menguntungkan bagi sebagian masyarakatnya. Kemudian, ia datang kepada mereka dengan ajaran yang dapat merangkul semua lapisan masyarakat dengan mempertalikan antara raja dengan rakyatnya. Ikatan tersebut dipatri dalam pranata-pranata sosialnya, seperti masjid dengan multifungsinya, lembaga peradilan, pendidikan dan segala peraturan yang mengikat kehidupan bermasyarakat sehingga Islam benar-benar mampu mewujudkan suatu peradaban dengan karakteristiknya tersendiri.
    d.      Penetapan hukum
    Kondisi nasyarakat yang majemuk pada masa kekhalifahan harus bisa diatur dalam suatu tertib sosial yang tidak akan berbenturan anatra satu sama lainnya, walaupun tidak seragam. Konsekuensinya, diperlukan penetapan-penetapan hukum baru.[8]

    B.     Peradaban Islam di Masa al-Khulafa al- Rasyidin
    1.      Khalifah Abu Bakar
    Nama lengkapnya adalah Abdulloh ibn Abi Quhafa ibn Utsman ibn Amr ibn Mas’ud ibn Taim ibn Murrah ibn ka’ab ibn Lu’ay ibn Ghalib ibn Fihr al-Taimi al-Quraisy. Abu Bakar menerima jabatan khalifah pada saat sejarah Islam dalam keadaan paling kritis dan gawat karena banyak bermunculan para nabi palsu dan terjadinya banyak pemberontakan. Abu Bakar menjabat sebagai khalifah hanya dua tahun, dan pada tahun 634 M ia meninggal dunia. Masa sesingkat itu habis untuk menyelesaikan persoalan dalam negeri, terutama tantangan yang ditimbulkan oleh suku-suku bangsa Arab yang tidak mau tunduk kepada pemerintahan Madinah.
    Gelar ash-shidiq yang disandang oleh Abu Bakar merupakan tanda kemantapan tauhid di jiwanya yang berbeda dengan sahabat lainnya. Kekuasaan yang dijalankan pada masa Abu Bakar sebagaimana pada masa Rosululloh, bersifat sentral, kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat ditangan khalifah.
    Abu Bakar adalah pemimpin rohani yang paling besar setelah Nabi. Di antara sikapnya yang sudah masyhur adalah:
    a.      Sikap keimanan yang sedimikian rupa, sehingga beliau diberi julukan ash-shiddiq.
    b.      Sikapnya yang tegar sewaktu menghadapi wafatnya Rosululloh SAW, padahal peristiwa itu sempat mengguncangkan Umar ibn Khattab sehingga ia pernah menghunuskan pedang untuk membunuh orang yang menyampaikan berita bahwa Rosululloh wafat.
    c.       Sikap Abu Bakar pada perang riddah sempat membuat gencar para sahabat. Mereka meminta Abu Bakar untuk menangguhkan perang dengan menunggu pulangnya tentara yang ditugaskan Abu Bakar untuk menyerang Romawi sebagai pelaksanaan perintah Rosululloh.
    Abu Bakar juga sangat bijaksana dalam bidang pemerintahan atau kenegaraan, diantaranya adalah:
    a.       Bidang Eksekutif
    Pendelegasian terhadap tugas-tugas pemerintahan di Madinah maupun daerah.
    b.      Pertahanan dan Keamanan
    Dengan cara mengorganisasikan pasukan-pasukan yang ada untuk mempertahankan eksistenti keagamaan dan pemerintahan. Pasukan itu disebarkan untuk memelihara stabilitas di dalam maupun luar negeri.


    c.       Yudikatif
    Fungsi kehakiman dilaksanakan oleh Umar ibn Khatab dan selama masa pemerintahan Abu Bakar tidak ditemukan suatu permasalahan yang berarti untuk dipecahkan.
    d.      Sosial Ekonomi
    Untuk pranata sosial ekonomi dibentuk sebuah lembaga mirip bait al-mal, di dalamnya dikelola harta benda yang didapat dari zakat, infak, shodaqoh, dan lain-lain. Penggunakan harta tersebut digunakan untuk menggaji para pegawai negara untuk kesejahteraan peradaban yang paling besar dan luar biasa.[9]
    2.      Umar ibn Khatab
    Umar ibn Khatab memiliki nama lengkap Umar ibn Khatab ibn Naufal ibn Abd al-Uzza ibn Ribaah ibn Abdillah ibn Qart ibn Razzail ibn Adi ibn Ka’ab ibn Lu’ay adalah khalifah kedua yang menggantikan Abu Bakar. Umar lahir pada tahun 513 M, dalam keluarga Quraisya terkemuka dari marga Adiyya.
    Pemilihan Umar sebagai khalifah terlaksana atas penunjukan Abu Bakar. Saat Abu Bakar wafat seluruh Arab dan pemerintahanya beliau tinggalkan dalam keadaan aman dan tenteram. Diantara empat Khalifah Rosul, Umar ibn Khatab mempunyai kedudukan istimewa. Keistimewaan Umar terletak pada kemampuannya berfikir kreatif, kebrilian beliau dalam memahami syariat Islam diakui sendiri oleh Nabi. Ketegasan Umar dalam meneraokan syariat Islam terhadap warganya dibarengi dengan kekonsistenanya yang luar biasa untuk tetap tunduk fi bawah hukum Alloh
    Pada akhir kepemimpinannya, Umar mengeluarkan beberapa kebijakan-kebijakan yang baru yang tidak terdapat pada periode sebelumnya, misalnya menjaga kualitas atau mutu tentara Arab, produksi panen yang memadai, keadilan, menghindari diskriminasi Arab dn non Arab.
    Pada akhir kepemimpinanya, Umar dibunuh oleh Abu Lu’lu. Hal ini dilatarbelakangi oleh pemecatan Umar pada Mughirah ibn Syu’ba sebagai gubernur Kuffah. Karena Mughiroh melakukan pembocoran kerahasiaan negara dan penghianatan secara sembunyi-sembunyi dengan membentuk kelompok sendiri.[10]
    3.      Utsman ibn Affan
    Nama lengkapnya adalah Utsman ibn Affan ibn Ali ibn Abi al-Ash obn Umayyah ibn Abd al-Manaf dari suku quraisy, lahir pada tahun 576 M, enam tahun setelah pemyerangan Ka’bah oleh pasukan bergajah atau Islam pada usia 30 tahun atas ajakan Abu Bakar.
    Untuk mengetahui visi dan misis Khalifah Utsman ibn Affan dalam menjalankan kekhakifahannya, dapat dilihat dalam pidato setelah Utsman ibn Affan dilantik atau dibai’at menjadi khalifah kota Madinah. Dalam pidatonya menggambarkan bahwa dirinya adalah sebgai seorang sufi, dan citra pemerintahannya lebih bercorak kepada agama dari pada politik ansich. Dalam pidatonya Utsman mengingatkan beberapa hal yaitu:
    a.       Agar umat Islam selalu berbuat baik sesuai kemampuan sebagai bekal menghadapi hari kematian dan akhirat menjadi tempat lebih baik.
    b.      Agar umat Islam tidak terbedaya kemewahan hidup dunia yang penuh kepasluan sehingga membuat mereka lupa terhadap Alloh
    c.       Agar umat Islam mau mengambil i;tibbar dari masa lalu, mengambil yang baik dan mejauhkan yang bruruk.
    d.      Sebagai khalifahnia akan menjalankan perintah al_quran dan Rosul
    e.       Umat Islam boleh mengkritik ketika ia menyimpang dari ketentuan hukum.
    Salah satu faktor yang menyebabkan banyak rakyat kecewa terhapa kepemimpinann Utsman adalah kebijaksanaanya mengangkat keluarga dalam kedudukan tinggi, diantranya adalah Marwan ibn Hakam.
    4.      Ali ibn Abi Thalib
    Ali ibn Abi Thalib ibn Abdul Muthalib adalah sepupu Nabi Muhammad SAW. Yang kemudian menjadi menantunya karena menikahi putri Nabi Muhammmad, yaitu Fatimah.setelah Utsman wafat, masyarakat beramai-ramai membaiat Ali ibn Thalib sebagai khalifah. Ali memerintah hanya enam tahun. Selama masa pemerintahanyaa ia menghadapi berbagai pergolakan. Tidak ada masa sedikitpun dalam pemerintahnya yang dapat dikatakan stabil.
    Pertama kali hal yang dilakukan oleh sabahat Ali adalah menarik kembali semua tanah yang dibagikan Khalifah Utsman kepada kaum kerabtanya kepada kepemilikan negara dan mengganti penguasa Basrah yang diganti Utsman ibn Chanif.
    Pemerintah ali dikatakan tidak stabil karena adanya pemeberontakan dari sekelompok kaum Muslimin sendiri. Pemberontakan pertama datang dari Thalhah dan Zubair diikuiti oleh siti Aisyah yang kemudian terjadi perang Jamal. Sedangkan pemberontakan kedua datang dari Mu’awiyah ibn Abi Sufyan yang menuntut balas atas kematian Utsman dan mendesak suapaya Ali ibn Abi Thalib menyerahkan pada pembunuh Utsman kepadanya.
    Aliran Khawarij muncul menurut pendapat yang paling kuat ke\arena peristiwa tahkim dalam persengketaan yang terjadi antara Ali dan Muawiyah pada perang Shiffin. Ketika Muawiyah dan pengikutnya meminta Imam Ali ibn Abi Thalib untuk memtahkim kepada al-Quran di Shiffin pada tahun 37 H, Ali ragu-ragu untuk menerima.[11]ngsa Quraisy.

    C.     Sejarah Peradaban Bani Umayyah I dan II
    Bani Umayyah dimabil dari nama Umayyah, kakek Abu Sofyan ibn Harb, atau nenek moyang Muawiyah ibn Abi Sofyan. Umayah hidup pada masa sebelum Islam, ia termasuk bangsa Quraisy. Daulah Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyah Ibn Sofyan dengan pusat pemerintahan  di Damaskus yang berlangsung selama 90 tahun (41-132H/661-750 M).
    Pakar sejarah memandang Muawiyah ibn Abi Sufyan terkenal dengan siasat dan tipu muslihat yang licik. Ia adalah kepala angkatan perang yang mula-mula mengatur angkatan laut, dan pernah dijadikan  sebagi amir “al-Bahr”. Ia mempunyai sifat oanjang akal, cerdik, cendekia lagi bijaksana, luas ilmu dan siasatnya terutama dalam urusan dunia, ia juga pandai mengatur pekerjaan dan ahli hikmah. Muawiyah dalam membangun Daulah Bani Umayyah menggunakan politik tipu daya, meskipun pekerjaan itu bertentangan dengan ajaran Islam.
    Dinasti Umayyah yang berpusat di Damskus berkuasa hampir satu abad, tepatnya 90 tahun, dengan 14 orang khilafah. Dimulai oleh Muawiyyah ibn Abi Sufyan dan ditutup oleh Marwan Ibn Muhammad. Adapun urutan-urutan Khalifah Umayyyah adalah sebagai berikut:
    1.      Muawiyah I/ ibn Abi Sufyan (41 H/661 M)
    2.      Yazid I/ ibn Muawiyah (60 H/680 M)
    3.      Muawiyah II/ibn Yazid (64 H/683 M)
    4.      Marwan I/ibn Hakam (64 H/684 M)
    5.      Abdul Malik ibn Marwan (65 H/ 685 M)
    6.      Al-Walid I/ ibn Abdul Malik (86 H/705 M)
    7.      Sulayman ibn Abdul Malik (96 H/715 M)
    8.      Umar ibn Abdul Aziz (997 H/717 M)
    9.      Yazid II/ ibn Abdul Malik (101 H/720 M)
    10.  Hisyam ibn Abdul Malik (105 H/724 M)
    11.  Al-walid ii/ ibn Yazid II (125 H/ 743 M)
    12.  Ibrahim ibn al-Walid II (126 H/ 744 M)
    Muawiyah adalah bapak pendiri dinasti Umayyah. Ia merupakan pembangun yang besar. Namanya disejajarkan dalam deretan al-khulafa al-rasyidin, karena kebijaksanaan politiknya yang mengagumkan. Muawiyah mendapat kursi kekhalifahan setelah Hasan ibn Ali ibn Abi Thalib berdamai dengannya pada tahun 41 H.
    Melihat sikap dan prestasinya politiknya yang menakjubkan Muawiyah meruapakan seorang pribadi yang paripurna dan pemimpin besar yang berbakat. Di dalam dirinya terkumpul sikap-sikap seorang penguasa, politikus, dan adminitrator. Keberhasilannya mendirikan dinasti Umayyah bukan hanya akibat dari kemenangan diplomat di Shiffin dan terbunuhnya khalifah Ali saja, melainkan sejak semula Gubernur Suriah itu memiliki “babsis rasional” yang solid bagi lanndasan pembangunan politiknya di masa depan.
    Pertama, adalah berupa dukungan yang kuat dari rakyat Suriah dan dari keluarga bani Umayyah sendiri. Penduduk Suriah yang lama diperintahkan oleh Muawiyah mempunyai ketentraman yang kokoh, terlatih, dan disiplin di garis depan dalam peperangan melawan Romawi.
    Kedua, sebagai seorang adminitrator, Muawiyah sangat bijaksana dalam menempatkan para pembantunya pada jabatan-jabatan penting. Muawiyah memiliki tiga pembatu, diantaranya Amr ibn Ash, Mughiroh ibn Syu’ban, dan Ziyad ibn Abihi.
    Ketiga, muawiyah memiliki kemampuan menonjol sebagai megarawan sejati, bahkan mencapai tingkat hilm, sifat tertinggi yang dimiliki oleh pembesar Makkah zaman dahulu.
    Perluasan kekuasaan dan dakwah yang di lakukan dinasti Muawiyah, dimulai dari menguasai Tunisia, kemudian di sebelah timur, Muawiyah menguasai daerah Khurasan sampai ke Sungai Oxus, Afganistan sampai ke Kabul, kota Bizantium dan Konstatinopel. Ekspansi ke timur kemudian dilanjutkan oleh khalifah Abd al-Malik dengan menguasai Balkh, Bukhara, Khawarizmi, Ferghana dan Sarmankhan, bahkan samapi ke India dan dapat menguasai Bulukhistan, Sind, dan daerah Punjab sampau ke Maltan.
    Kedaan itu berbeda dengan penduduk Makkah sebagai dari mereka membaiat Abdulloh ibn Zubair sebagai khalifah. Maka pasukan Yazid yang telah mendudukan Madinah meneruskan perjalananya ke Makkah untuk menguasainya.
    Muawiyah II  memerintah kurang dari 40 hari, dan meletakan jabatan sebagai khalifah sebelum wafat tiga bulan kemudian. Ia mengalami tekanan jiwa berat karena tidak sanggup memikul tanggung jawab jabatan khalifah yang besar itu. Dengan wafatnya Muawiyah II, maka habis riwayat keturunan Muawiyah dalam melanggengkan kekuasaan dan berganti ke bani Marwan.
    Pasca wafatnya Muawiyah II, tidak ada yang menunjuk siapa penggantinya. Maka keluarga besar Umayyah mengangkat Marwan sebagai khalifah. Ia dianggap orang yang dapat mengendalikan kekuasaan karena pengalamannya, sedangkan orang lain yang pantas memegang jabatan khalifah itu tidak didapatkannya. Padahal keadaan begitu rawan dengan perepcahan di tubuh bangsa Arab sendiri, dan ditambah dengan pemberontakan yang bertubi-tubi dari kaum khawarj dan syiah:
    Ø  Warisan peradaban Bani Umayah I antara lain:
    1.      Kehidupan Intelektual di Basrah dan Kuffah
    2.      Perkembangan Gerakan keagamaan
    3.      Tradisi literer pada Periode Umayyah
    4.      Perkembangan lembaga pendidikan dan ilmu pengetahuan
    5.      Perkembangan arsitektur
    6.      Perkembangan sini rupa dan musik

    Ø  Kemunduran dan Akhir Dinasti Umayyah
    Faktor-faktor tersebut antara lain:
    a.       Sistem pemerintah khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru bagi tradisi Arab yang lebih menekankan senioritas. Ketidakjelasan sistem pergantian khalifah, menyebankan persaingan yang tidak sehat di kalangan keluarga istana.
    b.      Latarbelakang terbentuknya Dinasti Bani Umayah tidak dapat di pisahkan dari konflik-konflik politik yang terjadi di masa Ali.
    c.       Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis anara suku Arabia Utara dan Arabia Selatan yang sudah sejak lama sebelum Islam semakin meruncing yang mengakibatkan para penguasa bani Umayyah mengalami kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan
    d.      Lemahnya pemerintahan Daulah Bani Umayyah disebabkan oleh sikap hidup mewah di lingkungan istana,sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan.[12]




    D.    Peradaban Islam Masa Khalifah Bani Abbasiyah.
    v  Sebab-sebab Berdirinya Khalifah Abbasiyah
    Menjelang akhir dinasti Umayyah terjadi bermacam-macam kekacauan, yang antara lain disebabkan:
    1.      Penindasan yang terus menerus terhadap pengikut Ali dan Bani Hasyim
    2.      Merendahkan kaum Muslimin yang bukan bangsa Arab sehingga mereka tidak diberi kesempatan dalam pemerintahan
    3.      Pelanggaran terhadap ajaran Islam dan hak-hak asasai manusia dengan cara terang-terangan.
    v  Pemerintahan Daulah Abbasiyah
    Kejayaan Daulah Abbasiyah dalam periode ini disebebkan kekuasaan masih sepenuhnya dipegang oleh khalifah serta kebudayaan dan ilmu pengetahuan berkembang dengan pesatnya. Tulang punggu kekuasaan pada masa ini adalah al-Shaffah (132-136 H/750-847 M). Kemudian Abu Ja’far al-Mansyur (136-158 H/ 745-775 M). Al-Mansyur meninggal dalam perjalanan ibadah haji dan dimakakamkan di Makkah. Seratus liang kubur digali untuk menyamarkan makamnya di dekat kota suci.
    Penggantinya adalah al-Mahdi (158-169 h/ 775-785 M). Sejak al-Mahdi menjadi khalifah, mulailah dia bermewah-mewahan, berbeda dengan as-Saffah dan al-Mansyur yang mencerminkan kesederhanaannya serta tidak mau minum-minuman keras atau main perempuan. Panglima perang daulah Abbasiyah saat itu adalah Harun Ar-Rasyid. Harun Ar-Rasyid beserta tentara dan armadanya berhasil mengepung ibu kota Konstatinopel, yang membuat Empress Irene pengiuasa Byzantium pada tahun 782 M, memohon perdamaian kepada al-Mahdi dan bersedia membayar upeti tahunan sebesar 70.000 ringgit. Ada dua riwayat sebab wafat al-Mahdi. Satu riwayat mengatakan beliau terlanggar pintu sebuah kandang ketika memburu seekor pelanduk dan jatuh dari kudanya lalu wafat seketika itu. Sementara satu riwayat lagi mengatakan beliau telah memakan makanan beracun yang disediakan oleh dayangnya untuk seorang dayang yang lain.
    Tongkok pemerintahan dilanjutkan oleh al-Hadi (169-170 H/785-786 M). Al-Hadi adalah Musa bin Muhammad al-Mahdi. Keadaan istana khalifah Abbasiyah al-Mahdi kacau. Al-Mahdi mengangkat putranya, al-Hadi, sebagai khalifah jauh dari Irak karena tekanan-tekanan dari istrinya, al-Khayzuran, ibunda Harun ar-Rasyid yang menginginkan agar Harun menjadi khalifah sepeninggal ayahnya. Walaupun demikian, al-Mahdi telah memaksa al-Hadi agar turun dari kekuasaanya di Jurjan, tapi al-Hadi menolah hal itu sehingga ayahnya berangkat untuk menemuinya. Namun al-Mahdi meninggal atau dibunuh dengan racun dan senajta. Analisis sejarah menyimpulkan bahwa putranya, al-Hadi berada dibalik aksi tersebut. karena ia merasa terancam. Setelah itu al-Hadi pergi ke Baghdad untuk menerima kursi kekuasaan karena putra mahkota resmi.
    Kekhalifahan al-Hadi tidk lebih dari satu tahun, kematian al-Hadi disebabkan oleh perselisihan dengan ibunya dan mencoba membunuhnya dengan memberi makanan yang sudah diberi racun. Kekuasaanpun jatuh kepada ar-Rasyid (170-193 H/786-808M). Ar-Rasyid adalah Harun bin Muhammad al-Mahdi. Suatu masa al-Rasyid terpaksa pergi ke Khurasan untuk menumpaas pemberontakan yang dilancarkan oleh Rafi bin Laith. Dipertengahan jalan beliau ditimpa penyakit dan terpaksa berhenti bersama romobongannya di suatu tempat bernama Tus. Keadaan al-Rasyid  bertambah buruk, beliau memerintahkan anaknya al-Ma’mun memimpin pasukan tentara untuk melanjutkan ke Khurasan. Sebelum meninggal al-Rasyid berpesan kepada menterinya al-Fadhl bin ar-Rabi dan sepasukan tentara supaya menyusul al-Ma’mun.
    Penerus pemerintahanya adalah al-Amin (170-193 H/786-809M). Al-amin adalah Muhammad putra Harun ar-Rasyid dari istrinya yang keturunan bani Hasyim. Ia memecat saudaranya, al-ma’mun sebagai putra mahkota atas desakan orang-orang dekatnya. Oleh sebab itu terjadilah perang saudara yang berakhir dengan kemenangan dipihak al-Ma;,un, jadilah al-Ma’mun sebagai khalifah (198-218 H/813-833 M). Pada masanya dipandang sebagai puncak gemilang kebudayaan Islam, beliau mengikuti paham Mu’tazilah yang menganggap al-Quran adalah makhluk dan membasmi orang Sunni yang di pelopori oleh Imam Ahmad bin Hanbal yang menyatakan bahwa al-Quran ituqadim. Saat itu tokoh-tokoh Sunni mengalami ujian yang dikenal dengan sebutan al-mihnah. Al-Ma’mun wafat sewaktu sedang berperang di Tarsus.
    Kepemimpinannya kemudian digantikan oleh al-Mu’tashim (218-227 H/ 833-834 M). Pada masanya beliau mendirikan kota Samarra dan beliau mulai menggantikann orang-orang Persia dengan orang-orang Turki, terutama dalam tentara,. Sejak saat itu orang-orang Turki mulai berpengaruh di dalam kekuasaan daulah Abbasiyah. Setelah beliau melantik anaknya al-Watsiq sebagai putra mahkota, bakal penggantinya, beliau meninggal. Penggantinya adalah al-Watsiq 9227-232 H/ 842-847 M). Pada masanya terjadi peristiwa besar yaitu perpindahan penduduk Jazirah Arab bagian selatan ke pesisir Afrika bagian Timur. Disana mereka membuka bandar-bandar baru sebagai perdagangan.[13]

    E.     Daulah Fatimiyah dan Masa Kejayaanya
    Daulah Fatimiyah muncul di penghujung kemunduran Daulah Abbasiyah. Di Afrika, Fatimiyah mewarisi peradaban yang dibangun Aghlabiyah yang berada di bawah kekuasaan Abbasiyah. Di Mesir, Fatimiyah mewarisi tradisi intelektual yang berkembang baik di Iskandariah pada saat menjadi jajahan Yunani. Tetapi Fatimiyah tetap mampu membangun peradaban khasnya.
    Dalam masa daulah Fatimiyah banyak dibangun suatu bentuk yang menjadi tanda masa daulah Fatimiyah ini. Salah satunya yaitu membangun peradaban di Afrika, dengan usaha Al Mahdi dalam meletakkan dasar toleransi anatar  pemeluk faham dan agama yang ada di wilayah kekuasaannya.
    Dalam bidang industri Fatimiyah juga membangun industri yang produknya dipasarkan hingga ke luar negeri. Di Mesir Fatimiyah mampu membangun Istana dengan berbagai ornamen. Fatimiyah memang mampu memberikan pengaruh terhadap corak seni dan budaya pada masa kemudian.

    F.      Masa Kedatangan Islam di Indonesia
    Mengenai sejarah Islam di Indonesia sendiri berawal dan dahulunya dibawa oleh pedagang-pedangan yang melewati dan berdagang di mulai pada wilayah daerah pesisir. Dahulu pedagang-pedagang dari Gujarat banyak yang singgah di daerah perdagangan di Indonesia. Pada awalnya mereka hanya memiliki kepentingan memperdagangkan barang dagangan mereka. Namun semakin lama, masyarakat sekitar mulai tertarik dan terpengaruh dengan ajaran Islam yang secara tidak langsung dibawa oleh para pedagang itu. Banyak faktor yang menjadikan masyarakat sekitar memeluk Islam dan meninggalkan agama nenek moyang mereka yang memiliki kepercayaan animisme dan dinamisme.
    Beberapa faktor itu diantaranya yaitu melalui pernikahan, akulturasi budaya, dan lainnya. Dari situlah ajaran Islam mulai berkembang dan karena pada masa itu Indonesia dalam sistem pemerintahannya masih berbentuk kerajaan dan dipimpin oleh raja-raja. Maka misi yang dilakukan dalam penyebaran Islam adalah melalui kekuasaan yang ada pada raja.
    Perlahan-lahan Islam mulai berkembang dan pesat, sisi keuntungan dari pemerintah kerajaan yaitu pertama yang harus dibidik adalah raja, dan karena raja memiliki kekuasaan penuh maka rakyat pun tunduk pada kekuasaan itu. Maka dari itulah Islam mulai berkembang pesat.
    Pada masa penjajahan pun Islam terus berkembang meskipun dengan berbagai   halangan dan rintangan melawan kekuasaan penjajah saat itu. Namun pada akhirnya Indonesia merdeka dan sampai sekarang Islam terus berkembang di Indonesia dengan jumlah mayoritas masyarakat Indonesia sebagai umat muslim.














    DAFTAR PUSTAKA
                Jusuf,Muhaimin Abdul.2014.Studi Islam dalam Ragam Dimensi & Pendekatan.Jakarta: Kencana.
    Hasjmi,A.1979.Sejarah Kebudayaan Islam.Jakarta: Bulan Bintang.

    Syaefudin,Machfud.2013.Dinamika Peradaban Islam.Yogyakarta: Pustaka Ilmu Group.

    Yatim,Badri.2003.Sejarah Peradaban Islam.Jakarta:Raja Grafindo Persada.

    Hamka.1981.Sejarah Umat Islam III.Jakarta:Bulan Bintang.




    [1] Muhaimin Abdul Jusuf,Studi Islam dalam Ragam Dimensi & Pendekatan, (Jakarta: Kencana, 2014), hal 214-215
    [2] Muhaimin Abdul Jusuf, .............. hal 215
    [3]MuhaiminAbdul Jusuf, .............. hal 215
    [4] A. Hasjmi, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hal 58
    [5] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta:Raja Grafindo Persada, Hlm 9.
    [6] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam,..................................................., Hlm
    [7] Machfud Syaefudin,  Dinamika Peradaban Islam, Yogyakarta: Pustaka Ilmu Group, 2013, hal. 41.
    [8] Machfud Syaefudin,  Dinamika Peradaban Islam, Yogyakarta: Pustaka Ilmu Group, 2013, hal. 31-33
    [9] Machfud Syaefudin,  Dinamika Peradaban Islam, Yogyakarta: Pustaka Ilmu Group, 2013, hal. 33-36.
    [10] Machfud Syaefudin,  Dinamika Peradaban Islam, Yogyakarta: Pustaka Ilmu Group, 2013, hal.36-37.
    [11] Machfud Syaefudin,  Dinamika Peradaban Islam, Yogyakarta: Pustaka Ilmu Group, 2013, hal. 38-39.
    [12] Machfud Syaefudin,  Dinamika Peradaban Islam, Yogyakarta: Pustaka Ilmu Group, 2013, hal. 46-60.
    [13] Machfud Syaefudin,  Dinamika Peradaban Islam, Yogyakarta: Pustaka Ilmu Group, 2013, hal. 68-71.

    No comments:

    Post a Comment

    Review Lengkap Notebook ASUS Vivobook S14 S433: Membawa Spirit Dare To Be You

    Review Lengkap Notebook ASUS Vivobook S14 S433: Membawa Spirit Dare To Be You Menjadi diri sendiri adalah salah satu kunci sukses menggapa...