Pandangan Islam Tentang Ekonomi
Dunia
Islam mengalami paradoks, ketika mengunakan prototipe
pertumbuhan sebagai pola pembangunan yang dirancang pakar dan praktisi barat
yang kemudian „dijual‟ kepada
perencana negara muslim melalui diplomasi internasional, tekanan ekonomi,
infiltrasi intelektual dan cara lainnya. Banyak kajian evaluasi kebijakan
pembangunan dan kinerja ekonomi negara-negara muslim menunjukkan bahwa strategi
imitasi gagal untuk menghasilkan kesejahteraan. Semua bukti menunjukkan bahwa
usaha pembangunan selama ini masih lepas dari nafas Islami. Untuk mengurai
persoalan pelik yang dihadapi negeri-negeri muslim tersebut harus dimulai
dengan peletakan kerangka befikir.
Kerangka
berfikir menjadi basis untuk menjawab persoalan-persoalan di atas. Dalam
kerangka berfikir tersebut harus dicanangkan sebuah premis baru bahwa
pembangunan ekonomi dalam kerangka ajaran Islam dan ilmu ekonomi pembangunan
Islami berakar pada kerangka nilai yang ada dalam al-Qur‟an dan as-Sunah.
Al-Qur‟an dan As-Sunah merupakan titik rujukan kita yang paling mendasar.
Premis kedua dalam pendekatan ini menolak sikap imitatif. Model kapitalis
maupun sosialis serta derivasinya bukan merupakan ideal type, kendatipun juga
dapat mengumpulkan sumber-sumber yang bermanfaat untuk diadaptasikan atau
diintegrasikan dalam kerangka Islam tanpa harus mengurangi nilai-nilai normatif
yang ada.
Teori
pembangunan seperti yang dikembangkan di Barat (negara-negara kapitalis,
sosialis dan penganut derivasinya) banyak dipengaruhi oleh karakteristik unik,
masalah spesifik, nilai eksplisit dan implisit serta infrastruktur
sosial-politik-ekonomi yang khas dari kazanah peradabannya. Sehingga akan
terjadi kesulitan besar dan bahkan cenderung kontraproduktif ketika dipaksakan
untuk diadopsi secara penuh kedalam masyarakat muslim, hal ini disebabkan
adanya perbedaan mendasar yang membentuk bangunan kemasyarakatan dari
masing-masing peradaban.
Pendekatan
Islam haruslah jelas-jelas bersifat ideologis dan berorientasi pada nilai-nilai
yang terkandung di dalam Islam itu sendiri. Konsep pembangunan senantiasa
terikat oleh kondisi budaya, sosial dan politik setempat. Pembangunan dalam
Islam mempunyai pengertian khusus dan unik. Beberapa aspek pembangunan seperti
keadilan sosial dan hak asasi (social justice and human rights), mempunyai
persamaan dengan konsep barat, meskipun banyak perbedaan dan memiliki dasar
pokoknya yang berbeda.
Berdasarkan
kronologis perbincangan di atas menjadi sangat relevan untuk mengkaji pandangan
Islam dalam memecahkan persoalan ekonomi. Hal ini bermuara pada pengkajian
konsep-konsep dasar Ilmu Ekonomi Islam untuk melakukan transformasi ekonomi
masyarakat, khususnya masyarakat muslim. Harus diakui bahwa proyek ilmu ekonomi
Islam dan Islamisasi ilmu ekonomi telah menjadi obor terdepan bagi proyek
Islamisasi ilmu. Bahkan para praktisi perbankan dan keuangan Islam juga telah
berhasil mengukuhkan terwujudnya sistem keuangan Islam secara global dan diakui
eksistensinya dalam percaturan ekonomi pada masa sekarang.
Keberadaan
sistem ekonomi Islam merupakan konsekuensi dari pandangan hidup Islam (Islamic
worldview). Worldview Islam yang menjadi dasar ini oleh para Ulama dan
Cendekiawan muslim disebut dengan berbagai pendekatan istilah seperti; Maulana
al-Maududi mengistilahkannya dengan Islami nazariat (Islamic Vision), Sayyid
Qutb menggunakan istilah al-Tasawwur al-Islami (Islamic Vision), Mohammad Atif
al-Zayn menyebutnya al-Mabda’ al-Islami (Islamic Principle), sedangkan Prof.
Syed Naquib al-Attas menamakannya Ru’yatul Islam lil Wujud (Islamic Worldview).
Meskipun secara istilah terjadi perbedaan penyebutan tetapi secara esensi
terdapat kesamaan keyakinan para Ulama‟ dan Cendekiawan tersebut bahwa
pandangan hidup (worldview) seorang muslim haruslah menjadikan Islam sebagai
sistem hidup yang mengatur semua sisi kehidupan manusia, yang menjanjikan
kesejahteraan dan keselamatan dunia dan akherat. Worldview ini lahir dari
adanya konsep-konsep Islam yang mengkristal menjadi kerangka berfikir (mental
framework).
Islam
merupakan pedoman bagi manusia untuk hidup dan kehidupannya, baik itu dalam
aktifitas ekonomi, politik, hukum maupun sosial budaya. Islam memiliki
kaidah-kaidah, prinsip-prinsip atau bahkan beberapa aturan spesifik untuk
mengatur hidup dan kehidupan manusia. Islam mengatur hidup manusia dengan
fitrahannya sebagai individu (hamba Allah SWT) dan menjaga keharmonian dalam
kehidupan sosial-kemasyarakatan. Dalam aktifitas kehidupan manusia, beberapa
aspek aktifitas tersebut memiliki sistemnya tersendiri, misalnya aspek ekonomi,
hukum, politik dan sosial budaya. Islam yang diyakini sebagai sistem yang
terpadu dan menyeluruh tentu memiliki formulasinya sendiri dalam aspek-aspek
tersebut. Sistem ekonomi Islam, sistem hukum Islam, sistem politik Islam dan
sistem sosial-budaya Islam merupakan bentuk sistem yang spesifik dari konsep
Islam sebagai sistem kehidupan. Worldview Islam memberikan pijakan bahwa umat
manusia adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa, dan seluruh sumber kehidupan (resources)
yang tersedia adalah amanah-Nya, maka secara otomatis umat manusia memiliki
hubungan persaudaraan yang alamiah dan mereka juga harus bertanggungjawab
kepada-Nya. Oleh karena itu manusia tidak secara mutlak bebas untuk melakukan
apa saja, akan tetapi mereka diharapkan untuk menggunakan sumber daya yang
terbatas (limited resources) dan berinteraksi antara satu dengan lainnya serta
membangun lingkungan hidup sedemikian rupa sehingga mendukung usaha perwujudan
kesejahteraan bersama (mutual welfare) setiap individu, tanpa melihat apakah
mereka kaya atau miskin, hitam atau putih, lelaki atau perempuan serta
anak-anak atau orang dewasa. Manusia juga diharapkan untuk tidak saja menjamin
pencapaian tujuan materi, akan tetapi juga tujuan spiritual dan kemanusiaan,
khususnya tentang keharmonisan sosial dan penghapusan anomie.
Islam
menekankan pembanguan insan seutuhnya (human development) menuju puncak
kehidupan yang seindah-indahnya (fi ahsani taqwiin). Pembangunan mendasarkan
diri pada konsep tazkiyah an-nafs dengan titik tumpu pada penyempurnaan akhlak
dan kepribadian. Karena pribadi adalah bagian penting dalam pembentukan
peradaban. Asas ketenangan (internal harmony) merupakan hasil dari proses tazkiyah.
Ibnu Khaldun pernah melukiskan betapa agama dapat menghasilkan transformasi
sosial (social transformation). Sebaliknya manakala sebuah komunitas masyarakat
terjebak pada kesenangan dan kemewahan maka akan lahir babak kehancuran dari
peradaban (the decay of civilization). Konsep tazkiah ini maka diharapkan
terbentuk: konsep pembangunan Islami yang memiliki sifat komprehensif dan
mengandung unsur spiritual, moral dan material; fokus usaha dengan jantung
pembangunan itu sendiri adalah manusia; pembangunan ekonomi adalah aktifitas
yang multidimensional; pembangunan ekonomi menimbulkan sejumlah perubahan
secara kuantitatif maupun kualitatif; dan adanya prinsip sosial Islam yang
dinamis untuk pemanfaatan sumber daya alam dan pemanfaatan ini dilaksanakan
dengan semangat keadilan.
Kebijakan
pembangunan Islami yang ideal harus berorientasi untuk: meningkatkan tingkat spiritual
masyarakat Islam dan meminimalisasi kerusakan moral dan korupsi; memenuhi
kewajibannya untuk kesejahteraan ekonomi dalam batas-batas sumber daya yang
tersedia; dan menjamin keadilan distributif dan memberantas praktik
eksploitasi. Islam mengajarkan falsafah kesejahteraan yang unik, komprehensif
dan konsisten dengan fitrah manusia. Sebuah doktirn yang melekat dan menyatu
dalam kepribadian masyarakat (built-in in-doctrination). Kesejahteraan individu
dalam masyarakat Islam dapat terealisasi bila ada iklim yang cocok bagi:
pelaksanaan nilai-nilai spiritual Islam secara keseluruhan untuk individu
maupun masyarakat; pemenuhan kebutuhan pokok material manusia dengan cukup; dan
menitikberatkan pada nilai-nilai moral.
Untuk
menjaga nilai spiritualitas, maka sebuah negara Islami harus menuju pada tiga
arah; pertama, menciptakan suasana yang kondusif bagi tegaknya rumah tangga
yang memungkinkan berlangsungnya pendidikan bagi generasi baru. Kedua, berusaha
menciptakan sistem pendidikan yang dijiwai semangat Islam, ketiga menegakkan
nilai dan norma Islam berupa penegakan hukum (legal enforcement). Juga
terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan pokok manusia seperti; pelatihan dan
pendidikan, tersedianya lapangan kerja (pekerjaan, profesi, bidang
perdagangan), pakaian yang cukup, perumahan yang nyaman, lingkungan yang sehat
dengan fasilitas kesehatan yang layak, dan fasilitas transportasi. Ketika
kekuatan-kekuatan pasar tidak menguntungkan maka negara bisa berperan dengan
kebijakan yang terbaik. Peranan negara ini tidak bisa disamaakan dengan istilah
„intervensi‟ negara dibawah sistem kapitalis.
Kehidupan
masyarakat yang diharapkan adalah proses secara bertahap untuk mencapai
kejayaan suatu masyarakat. Masa kejayaan senantiasa membawa kemajuan dan
kemakmuran, begitupula masa kemunduran peradaban Islam juga ditandai oleh
kedzaliman, kemiskinan, dan kelaparan. Hal ini setidaknya yang dipotret oleh
Ibnu Khaldun ketika menganalisis “sejarah peradaban/sejarah dinasti”.
No comments:
Post a Comment