kantongtangan.com: Peranan perbankan Syariah dalam Pembiayaan Sektor Riil
  • Home
  • Tentang kantongtangan.com
  • Kumpulan Puisi
  • Peranan perbankan Syariah dalam Pembiayaan Sektor Riil

    Peranan perbankan Syariah dalam Pembiayaan Sektor Riil
    Pendahuluan
    Salah satu kegiatan usaha yang paling dominan dan sangat dibutuhkan keberadaannya didunia ekonomi dewasa ini adalah kegiatan usaha lembaga keuangan perbankan secara umum dan lembaga keuangan syariah secara khusus, oleh karena fungsinya sebagai lembaga intermediasi yang sangat berperan demi menunjang pertumbuhan ekonomi suatu bangsa dan selain itu peranan perbankan syariah sebagai penunjang dari keputusan bisnis yang merupakan kebutuhan dari masyarakat untuk melakukan suatu aktivitas perekonomian.
    Dilihat perkembangan bank syariah di Indonesia mulai tahun 1992 berdiri Bank Muamalat Indonesia (BMI). Kemudian lahir suatu UU No 7 Tahun 1992 tentang perbankan lalu mengalami perubahan sehingga keluar UU No 10 Tahun 1998.[1] dengan perkembangan tersebut BI mengakui keberadaan bank syariah dan bank konvensional atau dikenal dengan dual banking system.[2]Hal ini merupakan realisasi atas kebutuhan masyarakat akan sistem perbankan alternatif yang dapat memberikan layanan perbankan yang aman dan sesuai dengan peraturan syariah dimana masyarakat Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim. Hal demikian merupakan pasar yang menjanjikan bagi system perbankan yang menggunakan nilai-nilai agama dalam pengembangan usahanya, menurut hasil survey Karim Business Consulting menunjukkan 3 potensi pasar perbankan nasional yakni; potensi pasar konvensional dengan mencapai angka Rp 240 triliun, untuk pasar mengambang (floating market) sebesar Rp 720 triliun, dan perbankan syariah memiliki potensi pasar sebesar Rp 10 triliun.[3] Pengembangan dan pertumbuhan pasar perbankan syariah dapat diarahkan kepada floating market. Hal inilah yang menjadi peluang bagi perbankan syariah untuk lebih berkembang dengan jumlah pangsa pasar yang besar. Dan menurut survey yang dilakukan Bank Indonesia selama tahun 2001 - 2004 menunjukkan tingkat kesadaran masyarakat dalam menggunakan jasa perbankan syariah semakin meningkat dari tahun ketahun dengan merujuk pada pertumbuhan yang signifikan "baik dari segi volume biaya, ekspansi biaya, asset dan pangsa pasar telah mengalami kenaikan.[4] Dimana volume usaha perbankan syariah telah mencapai 14,0 triliun rupiah, dengan tingkat pertumbuhan yang terjadi pada tahun 2004 sebesar 88,6 %, volume usaha perbankan syariah diakhir tahun 2005 diperkirakan akan mencapai sekitar 24 triliun rupiah. Dengan volume tersebut diperkirakan industri perbankan syariah akan mencapai pangsa sebesar 1,8 % dari industri perbankan nasional dibandingkan sebesar 1,1 % pada akhir tahun 2004.[5]
    Permodalan Perbankan Syariah
    Dalam memahami ukuran keberhasilan perbankan syariah dapat juga ditinjau dari segi permodalan baik modal fisik, berupa; Dana Pihak Ketiga (baik deposito, tabungan, dan lain-lain), tekhnologi dan sarana kerja lainnya, maupun modal maya (virtual capital), dapat berupa; modal intelektual, modal sosial (net-working), dan modal lunak (kredibilitas).[6] Modal fisik pada perbankan, dimana tahun 2005 dana Nasabah Bank Syariah Naik 100 Persen, Bank syariah semakin diminati. Pada 2004, jumlah dana nasabahnya meningkat menjadi Rp 12 triliun dari Rp 5,7 triliun pada 2003. Dalam setahun ini lonjakan dana tabungan syariah mencapai lebih dari 100 persen.[7]
    Dan laju pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan syariah sebesar 11 trliun.[8] ditambah peningkatan asset sebesar 14,0 triliun menghasilkan  tingkat pertumbuhan 106,4 % (y-o-y), profitabilitas yang diperoleh secara keseluruhan bank syariah mencatat tingkat keuntungan sebesar Rp 173,5 miliar dengan ROA yang cukup baik yakni 1,6 %. Hal demikian menggambarkan financing to deposit ratio  (FDR) perbankan syariah akhir tahun 2004 tetap tergolong tinggi pada posisi 104,0 %.[9] FDR yang melebihi 100 % tersebut menunjukkan fungsi intermediasi bank syariah masih berjalan baik. Didukung dengan kondisi ekonomi global yang terus mengalami perbaikan dan pencanangan Tahun Kredit Mikro Internasional 2005 oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).[10] Hal ini memberikan iklim yang kondusif bagi perekonomian riil, dan menjadi perhatian khusus bagi perbankan syariah dalam memberikan permbiayaan kesektor UMKM berbasis agribisnis. Dilihat kualitas pembiayaan bank syariah masih relative tinggi yang ditunjukkan Non Performing Financing (NPF) yang kurang dari 5 %.[11]
    Tabel Kolektibiltas Pembiayaan
    KOLEKTIBILITAS PEMBIAYAAN
    Aug-04
    COLLECTIBILITY OF FINANCING
    Lancar
     Nilai (Amount)
    8,884,424
    Current
     Pangsa (Share)
    93,11%
    Dalam Perhatian Khusus
     Nilai (Amount)
    382,806
    Special Mention
     Pangsa (Share)
    4,01%
    Kurang Lancar
     Nilai (Amount)
    119,739
    Sub-standard
     Pangsa (Share)
    1,25%
    Diragukan
     Nilai (Amount)
    68,986
    Doubtful
     Pangsa (Share)
    0,72%
    Macet
     Nilai (Amount)
    85,848
    Loss
     Pangsa (Share)
    0,90%
    Total Pembiayaan (Total Financing)
    9,541,803
    Nominal NPFs (Coll. 3-5)
    274,573
    Percentage of NPFs
    2,88%

    Dan dari segi Capital Adequacy Ratio (CAR) Menurut Harisman, Direktur Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia, perhitungan CAR sekitar delapan persen.[12] Perhitungan CAR perbankan syariah tergantung pada jenis produknya. Menurut Nurdin, Direktur Utama Bank Syariah Mandiri, idealnya CAR bank syariah bisa lebih tinggi, sekitar 10-13 persen.[13]
                Dan dari segi modal maya (virtual capital) perbankan syariah yang unsurnya terdiri dari modal intelektual, modal social (net-working) dan modal lunak (kredibilitas) harus diperhatikan.[14] Sebab dengan modal intelektual, dan jaringan karyawan perbankan syariah dapat menciptakan inovasi dan kreatifitas dalam mengembangkan perbankan syariah, baik melalui penyaluran dana. Sehingga high risk yang dikhawatirkan oleh perbankan bisa diminimalisir.

    Peranan Perbankan Syariah Dalam Pembiayaan Sektor UMKM
    Sebagaimana telah dijelaskan di bab I, visi pengembangan bank syariah di Indonesia mencerminkan harapan atas suatu kondisi perbankan syariah sedemikian rupa yang memiliki potensi tegas dalam memberikan dukungan terhadap sektor riil.[15] Sudah saatnya perbankan syariah memberikan pembiayaan yang lebih kooperatif dan disesuaikan dengan kondisi yang terjadi, dengan menyalurkan melalui sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UKMK). Karena sebagian besar usaha kecil terdiri dari usaha-usaha yang berskala mikro berjumlah 40.137.773 juta berkisar 99.85%, usaha menengah 57.743 ribu berkisar 0.1436%, dan usaha besar 0.01%.[16]  dari 40 juta UMKM di Indonesia, hanya 0.1 persen yang menjadi pasien Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), sementara 99 persen terus bergulat agar mampu bertahan ditengah persaingan pasar global.[17] Dalam siklus (Chapra’s Cycle) kemajuan perkembangan ekonomi Islam, termasuk juga pemberdayaan sektor ril, pemahaman masyarakat terhadap syariah merupakan langkah awal.[18]
    Oleh sebab itu untuk mengoptimalkan pembiayaan UMKM, dimana dari  40 juta UMKM baru 60% UMKM yang terfasilitasi layanan kredit.[19] Dapat dilakukan modernisasi sistem pembiayaan mikro. Atas dasar hal tersebut diusulkan sistem pembiayaan untuk UKMK yaitu, Sistem Pembiayaan Perbankan. Dalam hal ini merupakan upaya peningkatan kemampuan lembaga keuangan mikro syariah yang berperan dalam memberikan pembiayaan, dengan tetap memberikan kemudahan dan kesederhanaan layanan keuangan dalam manajemen dan teknologi.  Layanan pembiayaan kepada usaha kecil, menengah dan koperasi (UKMK) baik dalam bentuk kredit atau pinjaman, sampai sekarang tetap merupakan topik urgent. Semua ini tidak lepas dari ketimpangan yang memperlihatkan kesulitan UKMK memperoleh dukungan pembiayaan. Di satu sisi, UKMK menjadi pilar perekonomian rakyat, lebih-lebih pada masa mengatasi dampak krisis ekonomi. Di sisi lain, UKMK tidak cukup memperoleh layanan permodalan secara proporsional. Adakah sesuatu yang tidak tepat dalam sistem pembiayaan UKMK ataukah implementasi di tingkat lapangan belum harmonis sehingga permasalahan pembiayaan UKMK terkesan tambal-sulam.
    Sistem Pembiayaan Perbankan
    Sebagai suatu sistem, pembiayaan mikro diperlukan dan mampu memenuhi kebutuhan segmen pasar tertentu yaitu usaha mikro dan kecil. Permasalahan yang dihadapi adalah untuk menjangkau seluruh unit usaha tersebut lembaga keuangan mikro yang berperan, permodalan yang terbatas untuk menyalurkan pembiayaan kepada usaha mikro, kecil dan menengah sehingga dibutuhkan Cara mengatasi persoalan tersebut yaitu dengan melakukan modernisasi di bidang manajemen, administrasi keuangan serta pengembangan teknologi melalui linkage program. Pelaksanaan linkage program guna mendorong aliansi strategis ditujukan untuk mencari role model mekanisme penyaluran dana perbankan syariah, terutama kepada sektor usaha kecil dan mikro.[20] sinerji koperasi, BMT atau BPRS - perbankan syariah. Mengingat jumlah jaringan kantor bank syariah meningkat dari tahun ketahun.
    Tabel jaringan kantor Bank Syariah[21]
    Jenis
    Januari
    Maret
    Juni
    November
    Target 2005
    KP
    2
    2
    2
    3
    15
    UUS
    8
    9
    10
    15
    16
    KPO
    114
    115
    129
    142

    KCP
    26
    31
    35
    47

    KK
    101
    99
    108
    115

    Jumlah
    251
    256
    284
    322
    438
    BPRS
    84
    85
    88
    88
    15
    Total
    335
    341
    372
    410

                Sumber Bank Indonesia, November 2004 dan penambahan.

    Sehingga diperlukan sinerji koperasi, BMT atau BPRS – perbankan syariah, hal ini merupakan kerjasama kelembagaan dan keuangan antara institusi Bank syariah dengan Koperasi atau lembaga keuangan mikro syariah untuk memperkuat potensi keuangan koperasi, BMT atau BPRS yang memberdayakan potensi kelembagaan koperasi, BMT atau PBRS untuk kemanfaatan lembaga keuangan mikro serta ekonomi lokal. Modernisasi sistem pembiayaan mikro yang sekarang ini berkembang dan dinilai cocok pola swamitra merupakan kerjasama koperasi dengan Bank Bukopin syariah. Pola dan model tersebut dianggap cocok seperti jemput bola. Lembaga keuangan mikro syariah (LKMS) menjangkau UMKM melalui pelaksanaan transaksi baik berupa pembiayaan, disamping itu LKMS juga memberikan layanan manajemen.

    Model Pembiayaan
    Dalam menyalurkan pembiayaan, perbankan syari’ah mempunyai akad-akad yang secara garis besar dikelompokkan menjadi dua yaitu : (1) akad yang didasarkan atas teori pertukaran (Natural Certainty Contract – NCC) yaitu Mudharabah, salam, istishna, ijarah, dan ijarah mumtahiya bit tamlik; (2) akad yang didasarkan atas teori percampuran (Natural Uncertainty Contract – NUC) yaitu mudharabah dan musyarakah.[22] Berkaitan dengan pembiayaan, portofolio pembiayaan bank Syariah hingga saat ini masih didominasi oleh pembiayaan berbasis jual beli yaitu murabahah yang mencapai 65,13% dari total pembiayaan yang diberikan. Porsi pembiayaan berbasis profit and loss sharing (PLS) relative masih kecil yaitu 10,63% untuk pembiayaan musyarakah dan 17,34% untuk mudharabah.[23]
    Tabel Pembiayaan Bank Syariah[24]
    RINCIAN PEMBIAYAAN YANG DIBERIKAN
    Aug-04
     ITEMS OF FINANCING

     Dalam rangka pembiayaan bersama
     Nilai (Amount)
    -
     Sindicated Financing
     Pangsa (Share)
    0.00%
     Dalam rangka restrukturisasi pembiayaan
     Nilai (Amount)
    139,024
     Restructurized Financing
     Pangsa (Share)
    1.46%
     Penyaluran pembiayaan melalui lembaga lain
     Nilai (Amount)
    -
     Channeling
     Pangsa (Share)
    0.00%
     Pembiayaan Musyarakah
     Nilai (Amount)
    1,014,262
     Musharakah Financing
     Pangsa (Share)
    10,63%
     Pembiayaan Mudharabah
     Nilai (Amount)
    1,654,906
     Mudharabah Financing
     Pangsa (Share)
    17,34%
     Piutang Murabahah
     Nilai (Amount)
    6,214,106
     Murabahah Receivable
     Pangsa (Share)
    65,13%
     Piutang Salam
     Nilai (Amount)
    -
     Salam Receivable
     Pangsa (Share)
    0.00%
     Piutang Istishna'
     Nilai (Amount)
    300,547
     Istishna' Receivable
     Pangsa (Share)
    3,15%
     Lainnya
     Nilai (Amount)
    218,958
     Others
     Pangsa (Share)
    2,29%
     Total

    9,541,803

    Salah satu pilar kegiatan operasional perbankan syariah adalah pembiyaan kepada sektor riil, khususnya dengan prinsip PLS dengan skim Mudharabah. Secara etimologi (bahasa) “Al Mudharabah” berasal dari kata Adh Dhard yang memiliki dua relevansi antara keduanya, yaitu : pertama karena yang melakukan usaha (‘amil) yadhrib fil ardhi (berjalan dimuka bumi) dengan bepergian padanya untuk berdagang, maka ia berhak mendapatkan keuntungan karena usaha dan kerjanya.[25] Kedua, karena masing-masing orang yang bersyarikat yadhribu bisahmin (memotong atau mengambil bagian) dalam keuntungan.[26] Karena itu dengan implementasi skim mudharabah pada sistem pembiayaan, setidaknya akan diperoleh dua manfaat.[27] Pertama, pengabungan antara model transaksi berbasis bagi hasil dengan model transaksi keuangan berbasis perdagangan berdampak positif terhadap mekanisme obligasi pembayaran yang lebih jelas, sehingga pola transaksi usaha pun menjadi lebih baik daripada transaksi keuangan yang didominasi oleh model transaksi perdagangan. Kedua, mudharabah juga memudahkan bank dengan sistem syariah dalam mengelola keuangan jangka panjang, sehingga implementasinya diharapkan dapat menciptakan sinkronisasi antara pendapatan usaha dan obligasi pembayaran, serta mempertahankan fleksibilitas model keuangan berisiko rendah didalam sistem perbankan.

    Kebijakan Penyaluran Dan Pengawasan Pembiayaan
    Mengingat pembiayaan yang dikeluarkan oleh Bank mengandung resiko (credit risk), maka dalam semua kegiatan yang terkait dengan pembiayaan harus didasarkan atas azas-azas dan kebijakan pembiayaan yang sehat, menguntungkan, konsisten, dan berkesinambungan.
    a.       Prinsip Kehati-hatian
    Bank wajib melaksanakan kebijakan pembiayaan berdasarkan prinsip kehati-hatian yang meliputi kebijakan pokok dalam pembiayaan, tatacara penilaian kualitas pembiayaan dan profesionalisme serta integritas pejabat pembiayaan.
    Sebagaimana komitmen yang perlu dilaksanakan oleh bank, maka kebijakan bank dalam pengaturan pokok pembiayaan didasarkan pada azas pembiayaan yang sehat. Untuk penilaian pembiayaan yang beresiko tinggi ditetapkan sesuai keperluan berdasarkan penelitian kondisi pembiayaan pada waktu yang lalu dan kemungkinan kondisi usaha di masa mendatang.
    Prinsip Syariah yang dipakai sebagai prinsip dalam operasional perbankan syariah mengatur pembiayaan-pembiayaan yang harus dihindari :
    -         Pembiayaan yang tidak sesuai prinsip syariah;
    -         Pembiayaan untuk usaha spekulasi;
    -         Pembiayaan untuk usaha tanpa data yang jelas dan informasi yang memadai;
    -         Pembiayaan pada bidang yang tidak dikuasai bank;
    -         Pembiayaan kepada penerima pembiayaan yang bermasalah pada bank lain;
    -         Pembiayaan yang tidak mendapat persetujuan Dewan Syariah Nasional (DSN).
    b.      Prinsip Pengawasan Pembiayaan
    Pembiayaan merupakan salah satu kegiatan usaha bank yang mengandung kerawanan yang dapat merugikan bank dan pada gilirannya berakibat pada kepentingan masyarakat penyimpan dana serta pengguna jasa perbankan, maka bank menerapkan dan melaksanakan fungsi pengawasan pembiayaan yang menyeluruh, antara lain meliputi hal-hal sebagai berikut:
    -    Mengawasi pemberian pembiayaan agar memenuhi ketentuan perbankan yang berlaku;
    -    Memantau perkembangan kegiatan penerima pembiayaan termasuk pemantauan melalui kunjungan kepada penerima pembiayaan dan memberikan peringatan dini mengenai penurunan kualitas pembiayaan-pembiayaan yang diperkirakan mengandung resiko bagi bank;
    -    Melakukan pembinaan kepada penerima pembiayaan agar dapat memenuhi kewajibannya kepada bank;
    c.       Prinsip Good Coorporate Governance[28]
    Corporate governace merupakan suatu konsepsi yang secara riil dijabarkan dalam bentuk ketentuan/peraturan yang dibuat oleh lembaga otoritas, norma-norma dan etika yang dikembangkan oleh asosiasi industri dan diadopsi oleh pelaku industri,  serta keberadaan lembaga-lembaga terkait dengan tugas dan peran yang jelas untuk mendorong disiplin, mengatasi dampak moral hazard, dan melaksanakan fungsi check and balance.   Sejumlah perangkat dasar yang diperlukan untuk pembentukan CG bank syariah yang baik antara lain adalah: (1) sistem pengendalian intern, (2) manajemen risiko,  (3) ketentuan yang mengarah pada peningkatkan keterbukaan informasi, (4) sistem akuntansi, (5) mekanisme jaminan kepatuhan syariah, dan (6) audit ekstern.   

    Strategi Kepercayaan Penyaluran Pembiayaan
    Ketentuan, persyaratan dan prosedur untuk memperoleh kredit Bank telah ditetapkan sedemikian rupa, sehingga UMKM relatif tidak memiliki bargaining power. Satu diantara kelemahan UMKM untuk memenuhi persyaratan kredit Bank yaitu penyediaan jaminan (collateral).[29] Dengan demikian perbankan membutuhkan keberadaan infrastruktur yang memadai. Dalam kaitannya itu, adanya jaringan pengaman keuangan (JPK).[30] sehingga syarat administrasi yang diajukan UMKM kepada perbankan syariah atau lembaga keuangan mikro syariah dalam memberikan pembiayaan lebih optimal. Pemecahan untuk mengatasi keterbatasan penyediaan jaminan kredit, dilakukan dengan dukungan lembaga  penjamin.[31] BI bersama-sama dengan pemerintah menyusun kerangka kebijakan jaring pengaman sektor keuangan (JPSK/financial safety net), yang mencakup peran lembaga penjamin terutama untuk mempercepat, memperlancar, juga akan memberikan perasaan aman bagi perbankan dalam menyalurkan pembiayaan bagi UMKM.
    Permodalan lembaga penjamin dapat diperoleh dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan untuk Depratemen UMKM dan Koperasi atau bisa melalui dana zakat, dimana Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam sambutannya pada pembukaan pameran UMKM di Gedung Smes'co Promotion Center, Jakarta.[32] Zakat untuk UMKM Dalam kesempatan itu, Presiden mengajak semua pihak memikirkan kemungkinan pembiayaan kegiatan UMKM dari dana zakat.
    "Masih ada hal-hal yang perlu digali lebih dalam agar zakat dapat dilaksanakan secara lebih efektif. Sebagian dari dana zakat perlu dipikirkan kemungkinan penggunaan untuk dikembangkan sebagai dana produktif untuk membiayai kegiatan usaha mikro, kecil dan menengah,"
    Disamping itu peranan dan fungsi lembaga penjamin memberikan layanan manajemen antara lain; pertama memberikan informasi pasar dimana UMKM diberikan informasi tentang peningkatan jangkauan pasar (market outreach). [33] Kedua informasi permodalan, lembaga penjamin berkoordinasi dengan LKMS untuk memberikan informasi UMKM yang (capable) dan layak diberikan pembiayaan dengan didukung jiwa enterpreneurship yang siddiq, amanah, tabligh, dan fathonah (STAF).[34] Ketiga memberikan informasi bahan baku dan pelatihan serta inovasi produk. Keempat, pembinaan moral dan akhlaq serta mental yang menuju kepada akhlakul karimah sehingga terbangun etika bisnis muslim dan hubungan muamalah secara islami.[35] Kelima, hal lain yang menyangkut pengelolaan usaha, serta pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh UMKM tersebut.

    Kesimpulan
    Dari hal-hal yang diuraikan diatas dapatlah diambil beberapa kesimpulan :
    1. Bank adalah lembaga keuangan yang berfungsi sebagai intermediasi dimana merupakan perantara antara unit surplus kepada unit defisit dalam membangun kepercayaan masyarakat yang harus selalu diawasi dan dibina agar masyarakat tetap percaya kepada institusi tersebut.
    2. sesuai dengan perkembangan perbankan syariah dalam menerapkan dual banking system diharapkan dapat menciptakan iklim yang kondusif agar perbankan syariah dapat tumbuh dan berkembang secara sehat sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
    3. peranan perbankan syariah dalam mengembangkan sektor usaha mikro, kecil, dan menengah dapat lebih optimal dengan memberikan pembiayaan yang lebih maksimal.
    4. dalam memberikan pembiyaan perbankan syariah dapat memperhatikan beberapa prinsip antara lain : prinsip kehati-hatian (prudential principle), prinsip pengawasan pembiayaan, dan prinsip Good Coorporate Governance (GCG) agar dapat menghindari high risk.
    5. dalam melakukan pengawasan terhadap penyaluran pembiayaan perlu dibentuk jaring pengaman sektor keuangan (JPSK) berperan untuk mempercepat, memperlancar, juga akan memberikan perasaan aman bagi perbankan dalam menyalurkan pembiayaan bagi UMKM.




    Referensi :
    Antonio, Syafi'I, Lembaga Keuangan Syariah: Katalis Penguatan Ekonomi Ummat (Makalah disampaikan pada acara TEMILNAS IV FoSSEI, FOKEI UNRAM 12-15 Februari 2005.
    ---------, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik, Jakarta : Gema Insani Press, 2001.
    Bank Indonesia, Blue Print Perbankan Syariah, 2002.
    Dikutip dari makalah  Pelatihan Dasar Perbankan Syariah, Jatiluhur 7 Desember 2004 Direktorat Perbankan Syariah.
    Hilman, Iman, Ir dkk, Perbankan Syariah Masa Depan, Jakarta: Senayan Abadi Publishing, 2003.
    Karim, Adiwarman Azwar, Bank Islam : Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta : PT Rajawali Grafindo Persada, 2004.
    Lili Bariadi dkk, Zakat dan Wirausaha, Jakarta: CED (centre for enterprenuership development), 2005.
    Modal edisi Maret, 2005
    Muhammad, Konstruksi Mudharabah dalam Bisnis Syari’ah: Mudharabah dalam Wacana Fiqh dan Praktik  Ekonomi Modern, Yogyakarta: Pusat Studi Ekonomi Islam (PSEI), 2003.
    Muftie, Aries, Refleksi terhadap Peranan Ekonomi Islam dalam Pembangunan Perekonomian Indonesia Memasuki Tahun 2005 (makalah yang disampaikan pada acara Silaturrahmi Tokoh Ekonomi Islam Nasional di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 3 Januari 2005).
    Nasirwan Ilyas, Peneliti DPS BI (Makalah Disampaikan pada Seminar Ekonomi Islam, GCG In Islamic Banking, IsEF SEBI, Jakarta 5 Agustus 2004.
    Paradigma Baru Ekonomi Kerakyatan Sistem Syari’ah; Perjalanan Gagasan dan Gerakan BMT Di Indonesia, editor; Baihaqi dan Saifudin, Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil, 2000.
    Pidato Tahunan Gubernur BI, Januari 2005.
    SCTV, 24/2/2005 08:59



    [1]  Mata kuliah Aspek Hukum Perbankan, STEI SEBI Semester IV
    [2] Dikutip makalah Pelatihan Dasar Perbankan Syariah, Jatiluhur 7 Desember 2004 Direktorat Perbankan Syariah.
    [3] Karim Business Consulting 2004
    [4] Deputi Gubernur Bank Indonesia”, Maulana Ibrahim dalam sebuah seminar mengenai Perbankan syariah di Jakarta 2005.
    [5] www.bi.go.id
    [6] DR. Abdul Aziz Bagis, Peluang, Tantangan dan Prospek Bisnis Syariah pada lingkungan Bisnis Kontemporer, disampaikan pada TEMILNAS IV FoSSEI di Mataram, 13 Februari 2005.
    [7] SCTV, 24/2/2005 08:59
    [8] Edy Setiadi, Deputi Direktur DPS BI.
    [9] Ceramah Tahunan Gubernur BI, Januari 2005
    [10] Muftie, Aries, Refleksi terhadap Peranan Ekonomi Islam dalam Pembangunan Perekonomian Indonesia Memasuki Tahun 2005 (makalah yang disampaikan pada acara Silaturrahmi Tokoh Ekonomi Islam Nasional di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 3 Januari 2005).
    [11]  www.bi.go.id
    [12] Republika, 13 April 2005
    [13] op.cit
    [14]  lbid
    [15]  Bank Indonesia, Blue Print Perbankan Syariah, 2002.
    [16] Antonioi, Syafi'I, Lembaga Keuangan Syariah: Katalis Penguatan Ekonomi Ummat (Makalah disampaikan pada acara TEMILNAS IV FoSSEI, FOKEI UNRAM 12-15 Februari 2005.
    [17] Republika, 24 pebruari 2005.
    [18] Chapra, Umer, The Future of Economic: An Islamic  Perspective, (Jakarta: SEBI, 2001)
    [19] Bisnis Indonesia, edisi April 2005.
    [20]  Direktorat Perbankan Syariah, BI
    [21]  BI Nov 2004
    [22]  Karim, Adiwarman Azwar, Bank Islam : Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta : PT Rajawali Grafindo Persada, 2004.
    [23] lbid
    [24] lbid
    [25] Muhammad, Konstruksi Mudharabah dalam Bisnis Syari’ah: Mudharabah dalam Wacana Fiqh dan Praktik  Ekonomi Modern, Yogyakarta: Pusat Studi Ekonomi Islam (PSEI), 2003.
    [26] Op.cit
    [27]  Hilman, Iman, Ir dkk, Perbankan Syariah Masa Depan, Jakarta: Senayan Abadi Publishing, 2003.
    [28]  Nasirwan Ilyas, Peneliti DPS BI (Makalah Disampaikan pada Seminar Ekonomi Islam, GCG In Islamic Banking, IsEF SEBI, Jakarta 5 Agustus 2004.
    [29]  Syafi'I Antonio, Muhammad, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik, Jakarta : Gema Insani Press, 2001.
    [30]  Pidato Tahunan Gubernur BI, Januari 2005.
    [31]  Modal edisi Maret, 2005
    [32]  gatra.com, 26 pebruari 2005.
    [33]  Republika, 19 April 2005
    [34]  Lili Bariadi dkk, Zakat dan Wirausaha, Jakarta: CED (centre for enterprenuership development), 2005.
    [35] Paradigma Baru Ekonomi Kerakyatan Sistem Syari’ah; Perjalanan Gagasan dan Gerakan BMT Di Indonesia, editor; Baihaqi dan Saifudin, Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil, 2000.

    No comments:

    Post a Comment

    Review Lengkap Notebook ASUS Vivobook S14 S433: Membawa Spirit Dare To Be You

    Review Lengkap Notebook ASUS Vivobook S14 S433: Membawa Spirit Dare To Be You Menjadi diri sendiri adalah salah satu kunci sukses menggapa...